kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

Tiga Tahun Berkuasa, Taliban Masih Melarang Anak Perempuan untuk Bersekolah


Rabu, 20 Maret 2024 / 15:05 WIB
Tiga Tahun Berkuasa, Taliban Masih Melarang Anak Perempuan untuk Bersekolah
ILUSTRASI. Dua wanita berjalan di jalan yang tertutup salju di gunung TV di Kabul, Afghanistan, 25 Januari 2023. REUTERS/Ali Khara


Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - Tahun ajaran baru untuk sekolah-sekolah di Afghanistan telah dibuka pada bulan Maret 2024. Satu yang belum berubah, anak-anak perempuan masih dilarang untuk bersekolah.

Di bawah aturan pemerintah Taliban, anak-anak perempuan dilarang menempuh pendidikan formal di sekolah menengah.

Aturan itu berlaku sejak tahun 2022, satu tahun setelah Taliban menggulingkan pemerintahan sebelumnya.

Kementerian Pendidikan Afghanistan, yang dikuasai Taliban, mengumumkan tahun ajaran baru pada 19 Maret, sehari sebelum dimulainya tahun baru kalender Afghanistan.

Melansir AFP, jurnalis perempuan bahkan telah secara tegas dilarang meliput upacara pembukaan tahun ajaran baru di Kabul.

Universitas negeri juga baru saja memulai tahun ajaran baru, tetapi perempuan dilarang berkuliah sejak Desember 2022.

Baca Juga: PBB Soroti Ketatnya Aturan Berpakaian pada Perempuan di Afghanistan

Gender Apartheid

Pemerintahan Taliban telah menerapkan aturan Islam yang sangat ketat dan keras. Dalam penerapannya, perempuan jadi kelompok yang paling dirugikan. PBB bahkan telah menyebut praktik itu sebagai "gender apartheid".

Taliban memerintahkan perempuan untuk menutup aurat ketika meninggalkan rumah, melarang perempuan untuk bersekolah di sekolah menengah atau universitas, dan melarang mereka memasuki taman, pusat kebugaran, dan pemandian umum.

Para perempuan di Afghanistan juga dilarang untuk bekerja di badan-badan PBB atau LSM yang banyak hadir di Afghanistan untuk memberikan bantuan. Sebagian pegawai pemerintah perempuan pun telah dipecat atau dibayar untuk tinggal di rumah.

Baca Juga: PBB Bersiap Angkat Kaki dari Afghanistan Jika Taliban Tetap Mendiskriminasi Perempuan

Sebagai akibat dari pembatasan aktivitas perempuan, separuh dari jumlah dokter, ilmuwan, jurnalis, dan politisi potensial di Afghanistan yang kini hanya bisa berdiam diri di rumah.

Situasi ini telah menyebabkan banyak badan bantuan meninggalkan Afghanistan dan mendorong negara itu masuk semakin ke situasi krisis.

Tahun lalu, sepuluh dari 15 anggota Dewan Keamanan akhirnya mengeluarkan pernyataan bersama yang menuntut agar Taliban segera membatalkan semua tindakan penindasannya terhadap perempuan dan anak perempuan.

"Pemulihan di Afganistan tidak dapat terjadi tanpa partisipasi perempuan secara penuh, setara, dan bermakna dalam semua aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial," bunyi pernyataan bersama tersebut.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×