Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - LONDON. Sekelompok investor terkemuka memperingatkan, pasar keuangan berisiko mengalami gangguan besar dengan mengandalkan ramalan bisnis yang meremehkan dampak kebijakan perubahan iklim yang diperkirakan akan mengetat secara tiba-tiba pada dekade berikutnya.
Melansir Reuters, hasil riset yang dirilis oleh Principles of Responsible Investing (PRI) yang mewakili investor dengan aset kelolaan US$ 86 triliun, mengingatkan bahwa prediksi dan investasi oleh perusahaan minyak dan gas tidak selaras dengan kecepatan yang diperlukan untuk memenuhi target transisi energi.
PRI mengingatkan, outlook yang dibuat oleh International Energy Agency menunjukkan adanya ketidakselarasan dengan target yang ditetapkan dalam perjanjian iklim Paris 2015 untuk membatasi pemanasan global hingga "jauh di bawah" 2 derajat Celcius dengan memangkas emisi gas rumah kaca.
Baca Juga: Riset: China harus mengubah cara untuk mendanai perekonomiannya
Para ilmuwan melihat, kenaikan suhu rata-rata bumi menjadi lebih dari 1,5 derajat Celcius sebagai titik kritis di mana dampak iklim seperti kenaikan permukaan laut, bencana alam, migrasi paksa, panen gagal, hingga gelombang panas mematikan dengan cepat akan mengalami peningkatan.
PRI merilis prediksi baru yang bertujuan mengatur kembali manajemen risiko masa depan investor, alokasi aset strategis dan keterlibatan secara fundamental.
Penelitian tersebut, memprediksi respons kebijakan pemerintah yang tiba-tiba dan mengganggu terhadap perubahan iklim pada tahun 2025, yang diprediksi akan menjadi "titik kritis".
Baca Juga: Mumpung Tren Suku Bunga Global Rendah, Obligasi Global Jadi Pilihan Emiten
Di bawah skenario IPR:
- Permintaan minyak memuncak pada 2026-2028 dan permintaan minyak untuk angkutan jalan memuncak pada 2025. Prediksi ini jauh lebih awal dari perkiraan IEA yang melihat pertumbuhan permintaan minyak belum akan berhenti sebelum 2040-an.
- Batubara termal, bahan bakar fosil yang paling mencemari karbon, "nyaris tidak ada" lagi pada tahun 2040.
- Angin dan tenaga surya akan menghasilkan setengah dari listrik dunia pada tahun 2030.
- Kendaraan pembakaran internal dihapus jauh lebih cepat daripada mayoritas prediksi
- Penghijauan sangat diperlukan untuk menyerap kelebihan karbon dioksida.
Baca Juga: OECD pangkas lagi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5% di 2019 dan 2020
"Kami memperkirakan respons kebijakan yang tak terhindarkan pada 2025 akan dijalankan dengan lebih ketat, tiba-tiba dan tidak tertib karena penundaan. Ini akan menciptakan gangguan yang jauh lebih besar dibanding yang disiapkan banyak investor dan bisnis untuk saat ini," jelas IPR seperti yang dilansir Reuters.
International Energy Agency (IEA) memprediksi, dunia akan tergelincir menuju pemanasan dengan suhu 2,7 derajat Celcius hingga 3,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri pada tahun 2100 jika tidak ada tindakan kebijakan iklim lebih lanjut di luar apa yang telah diumumkan.