Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Rabu untuk memerangi antisemitisme. Dalam perintah tersebut, Trump berjanji akan mendeportasi mahasiswa asing dan individu lain yang terlibat dalam aksi protes pro-Palestina.
Berdasarkan lembar fakta perintah tersebut, Departemen Kehakiman diminta mengambil tindakan segera untuk mengadili kejahatan seperti terorisme, pembakaran, vandalisme, dan kekerasan terhadap warga Yahudi Amerika.
Pemerintah juga akan mengerahkan seluruh sumber daya federal untuk menanggulangi apa yang disebut sebagai "ledakan antisemitisme di kampus dan jalan-jalan" sejak serangan kelompok Hamas di Israel pada 7 Oktober 2023.
Baca Juga: Apa Itu Deportasi? Ini Arti, Tujuan, dan Contoh Kasus dari Sebuah Negara
"Kepada semua penduduk asing yang bergabung dalam protes pro-jihadis, kami memberi tahu Anda: mulai tahun 2025, kami akan menemukan Anda dan kami akan mendeportasi Anda," kata Trump dalam lembar fakta tersebut.
Ia juga menegaskan akan membatalkan visa pelajar bagi semua simpatisan Hamas di kampus-kampus, dengan menyatakan bahwa radikalisme telah meningkat secara signifikan.
Menuai Kritik
Sejumlah kelompok hak asasi manusia dan pakar hukum menilai perintah eksekutif ini berpotensi melanggar kebebasan berbicara yang dijamin konstitusi.
"Amandemen Pertama melindungi semua orang di Amerika Serikat, termasuk warga negara asing yang belajar di universitas-universitas Amerika," kata Carrie DeCell, pengacara senior di Knight First Amendment Institute, Universitas Columbia.
Menurutnya, mendeportasi seseorang berdasarkan pandangan politik mereka adalah tindakan inkonstitusional.
Baca Juga: Dari Jakarta hingga New York, Ribuan Orang Gelar Aksi Pro-Palestina
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR), sebuah organisasi advokasi Muslim, menyatakan akan mempertimbangkan langkah hukum untuk menentang kebijakan tersebut jika diterapkan.
Serangan Hamas terhadap Israel dan serangan balasan Israel di Gaza telah memicu gelombang protes pro-Palestina di kampus-kampus AS. Kelompok hak-hak sipil mencatat adanya lonjakan insiden kebencian yang menyasar Yahudi, Muslim, Arab, dan individu keturunan Timur Tengah lainnya.
Perintah eksekutif ini mengharuskan para pemimpin lembaga dan departemen menyusun rekomendasi dalam 60 hari mengenai langkah-langkah hukum yang dapat diambil untuk menangani antisemitisme.
Selain itu, pemerintah akan menganalisis kasus-kasus yang melibatkan sekolah K-12, perguruan tinggi, dan universitas terkait protes pro-Palestina.
Baca Juga: Kawal Unjuk Rasa di Depan MK dan Istana Merdeka, Polisi Kerahkan 1.273 Personel
Banyak pengunjuk rasa pro-Palestina membantah mendukung Hamas atau melakukan tindakan antisemitisme. Mereka menyatakan bahwa aksi mereka bertujuan memprotes operasi militer Israel di Gaza, yang menurut otoritas kesehatan telah menyebabkan lebih dari 47.000 kematian.
Maya Berry, Direktur Eksekutif Arab American Institute, menyebut kebijakan ini mengkhawatirkan karena mencampurkan kritik terhadap Israel dengan antisemitisme. Ia juga menilai perintah tersebut dapat berdampak buruk terhadap kebebasan berbicara di Amerika Serikat.