Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/TOKYO. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Selasa (8/7) mengumumkan rencana pengenaan tarif impor tembaga sebesar 50%, serta akan segera memberlakukan tarif atas semikonduktor dan produk farmasi.
Langkah ini memperluas cakupan perang dagang yang telah mengguncang pasar global.
Pengumuman ini datang hanya sehari setelah Trump mengancam 14 mitra dagang utama, termasuk pemasok penting seperti Korea Selatan dan Jepang, dengan tarif tinggi mulai awal Agustus.
Baca Juga: Respons Kemenperin Usai Trump Putuskan Kenakan Tarif 32% untuk Produk Indonesia
Trump juga kembali mengungkap rencana pengenaan tarif sebesar 10% terhadap produk dari negara-negara BRICS seperti Brasil dan India.
Meski Trump menyatakan pembicaraan dagang dengan Uni Eropa dan China berjalan baik, ia menegaskan hanya tinggal “beberapa hari” lagi sebelum mengirim surat tarif ke Uni Eropa.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam rapat kabinet di Gedung Putih dan memicu kekhawatiran atas ketidakpastian ekonomi global yang sudah tertekan oleh berbagai kebijakan tarif dari pemerintahannya.
Harga tembaga berjangka di AS melonjak lebih dari 10% usai pengumuman, mengingat logam ini merupakan bahan penting dalam kendaraan listrik, peralatan militer, jaringan listrik, dan berbagai produk konsumen.
Tarif ini akan melengkapi daftar bea masuk yang sudah dikenakan sebelumnya atas baja, aluminium, dan mobil.
Sementara itu, saham-saham sektor farmasi di AS merosot setelah Trump mengancam akan mengenakan tarif 200% atas impor obat-obatan, meskipun penerapannya kemungkinan ditunda hingga satu tahun.
Baca Juga: Peringatan China ke Trump: Jangan Mainkan Api Tarif Perdagangan
Mitra Dagang Mencari Celah Negosiasi
Beberapa negara menanggapi dengan mencoba meredakan dampak kebijakan tarif ini, terutama setelah Trump memundurkan tenggat waktu dari 9 Juli menjadi 1 Agustus.
Trump sebelumnya menjanjikan “90 kesepakatan dalam 90 hari” setelah mengumumkan gelombang tarif baru awal April lalu.
Namun sejauh ini, hanya dua kesepakatan yang berhasil tercapai, yakni dengan Inggris dan Vietnam. Trump mengklaim kesepakatan dengan India “sudah dekat”.
“Sudah waktunya Amerika mulai memungut bayaran dari negara-negara yang telah merampok kami... dan menertawakan kebodohan kami selama ini,” kata Trump.
Namun para mitra dagang menyebut proses negosiasi sangat sulit dilakukan karena pengumuman tarif AS sering kali mendadak dan tidak terstruktur, sehingga menyulitkan konsensus internal mereka dalam menyusun konsesi.
Baca Juga: Trump Kenakan Tarif 32%, Ini yang Dilakukan Indonesia
Tarif AS Tertinggi Sejak 1934
Menurut lembaga riset Yale Budget Lab, tarif rata-rata efektif AS kini naik menjadi 17,6% dari sebelumnya 15,8% — level tertinggi dalam 90 tahun terakhir.
Pemerintahan Trump terus mempromosikan kebijakan tarif sebagai sumber pendapatan negara.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan Washington telah mengumpulkan sekitar US$100 miliar dari tarif, dan berpotensi mencapai US$300 miliar hingga akhir tahun.
Respon Dunia dan Risiko Retaliasi
Trump menyebut akan memberi tahu Uni Eropa dalam dua hari ke depan mengenai tarif baru yang akan diberlakukan, namun juga mengatakan bahwa blok tersebut “bersikap sangat baik” dalam perundingan.
Uni Eropa sendiri berharap bisa mencapai kesepakatan sebelum 1 Agustus, termasuk konsesi di sektor ekspor unggulan seperti pesawat, alat kesehatan, dan minuman keras.
Baca Juga: Arah IHSG di Tengah Pemberlakuan Tarif Trump, Saham Defensif Jadi Pilihan?
Brussels juga mempertimbangkan mekanisme khusus untuk melindungi produsen mobil Eropa yang memiliki pabrik besar di AS.
Namun, Menteri Keuangan Jerman Lars Klingbeil memperingatkan bahwa Uni Eropa siap melakukan tindakan balasan jika kesepakatan adil tidak tercapai.
“Jika kami tidak mencapai kesepakatan dagang yang adil dengan AS, maka UE siap mengambil tindakan balasan,” ujarnya di parlemen Jerman.
Dari Jepang, negosiator perdagangan senior Ryosei Akazawa mengatakan, negaranya tidak akan mengorbankan sektor pertanian untuk mendapatkan konsesi di sektor otomotif, yang kini terancam tarif 25%.
Korea Selatan juga menyatakan akan mengintensifkan dialog perdagangan dalam beberapa pekan ke depan untuk mencapai hasil yang saling menguntungkan.
Di sisi lain, kesepakatan kerangka dagang AS–China telah dicapai pada Juni lalu, namun masih banyak rincian yang belum jelas.
Investor kini menanti apakah kesepakatan itu akan runtuh sebelum tenggat 12 Agustus atau justru menjadi titik awal perdamaian dagang yang lebih langgeng.
Baca Juga: Trump Jadi Bahan Cela Usai Salah Sapa Presiden Bosnia di Surat Tarif Dagangnya
Daftar Negara dan Tarif Baru
Trump menyampaikan tarif baru yang akan dikenakan mulai 1 Agustus adalah:
- 25% untuk barang dari Tunisia, Malaysia, dan Kazakhstan
- 30% untuk Afrika Selatan dan Bosnia-Herzegovina
- 32% untuk Indonesia
- 35% untuk Serbia dan Bangladesh
- 36% untuk Kamboja dan Thailand
- 40% untuk Laos dan Myanmar
Kamboja menyambut baik penurunan tarif dari 49% menjadi 36% dan berharap bisa merundingkan pengurangan lebih lanjut, mengingat dampaknya terhadap sektor garmen dan alas kaki — tulang punggung ekonomi mereka.
Sementara itu, Bangladesh juga terancam karena lebih dari 80% pendapatannya dari ekspor berasal dari sektor garmen, yang mempekerjakan sekitar 4 juta orang dan sangat bergantung pada pasar AS.