Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - KYIV. Ukraina berencana untuk membeli sekitar 4,5 juta drone first-person view (FPV) pada tahun 2025. Demikian pengumuman Kementerian Pertahanan Ukraina pada hari Senin (10/3/2025).
Jumlah tersebut lebih besar dua kali lipat dari jumlah tahun lalu, karena perang antara Ukraina dengan Rusia semakin canggih.
Mengutip Reuters, kedua belah pihak telah bergantung pada alternatif yang lebih murah dan lebih efektif untuk artileri konvensional. Dan pejabat Ukraina mengatakan mayoritas pasukan dan kendaraan Rusia sekarang diserang oleh drone.
Dalam sebuah pernyataan, Hlib Kanevsky, direktur departemen kebijakan pengadaan kementerian, mengatakan Ukraina tahun lalu telah membeli lebih dari 1,5 juta drone semacam itu - 96% di antaranya dari produsen dan pemasok Ukraina.
"Tahun ini, angkanya akan lebih tinggi lagi, karena kemampuan industri pertahanan dalam negeri pada tahun 2025 sekitar 4,5 juta drone FPV," katanya. "Dan Kementerian Pertahanan berencana untuk membeli semuanya."
Dia menambahkan, kementerian akan mengalokasikan dana lebih dari US$ 2,6 miliar untuk rencana tersebut.
Baca Juga: Militer Rusia Rebut Kembali 32 Permukiman di Wilayah Kursk dari Kendali Ukraina
Drone FPV kecil dan murah dikendalikan oleh pilot di darat dan sering menabrak target, yang sarat dengan bahan peledak.
Ukraina, yang mencari jaminan keamanan yang kuat dari mitranya sebelum menyetujui perundingan damai dengan Rusia, sedang mengembangkan industri pertahanannya sendiri untuk melepaskan diri dari ketergantungan pada mitra Barat.
Upaya itu juga mencakup drone jarak jauh dan kendaraan darat tak berawak.
Dalam pernyataan terpisah pada hari Senin, jenderal tertinggi Kyiv Oleksandr Syrskyi mengatakan pesawat nirawak Ukraina telah menghancurkan 22% lebih banyak target bulan lalu dibandingkan dengan bulan Januari. Namun dia juga menambahkan bahwa pasukan Rusia juga beradaptasi.
Tonton: Selain Kesepakatan Mineral, Ini yang Diinginkan Donald Trump dari Ukraina
"Kami sama sekali tidak punya hak untuk tertinggal dari musuh di bidang peperangan teknologi di mana kami seharusnya mempersenjatai dan memperkuat diri dengan sumber daya kami sendiri," kata Syrskyi.