Reporter: Dyah Megasari, Bloomberg |
LONDON. Unilever, perusahaan consumer goods terbesar kedua di dunia memprediksi tingkat profitabilitas perusahaan tahun ini akan lebih rendah ketimbang 2010. Kinerja Unilever tak bisa tertolong meskipun perusahaan telah menaikkan harga jual untuk menutupi melonjaknya harga bahan baku.
"Margin operasi mungkin stagnan atau justru mengecil meski tipis," ujar manajemen yang berbasis di London dan Rotterdam. Produsen sabun Dove dan es krim Magnum ini melaporkan pertumbuhan penjualan pada kuartal III sebesar 7,8% melampaui perkiraan analis yang memasang target di 6,2%. Namun, biaya yang tinggi menekan kinerja Unilever.
"Saat ini menjadi lingkungan operasi yang sangat sulit bagi Unilever," tutur Eric Scher, analis Sanford C. Bernstein. Pernyataannya mengacu pada harga komoditi yang terus naik tetapi pendapatan konsumen makin berkurang.
Perusahaan barang konsumen pesaingnya yaitu Procter & Gamble Co juga tengah berjuang mempertahankan profitabilitas dengan alasan yang sama. Meski kedua raksasa dunia ini terkenal paling tahan terhadap serangan krisis, kenyataannya permintaan produk consumer goods di negara maju makin memudar.
"Permintaan jatuh di babak pertama, namun pada babak kedua kami tidak bisa memperbaikinya. Kondisi ini dilatarbelakangi oleh permintaan yang tidak pasti," tutur manajemen Unilever yang merupakan produsen Domestos.
Biaya bahan baku tahun ini lebih tinggi 2,5 miliar ketimbang 2010. Unilever meramalkan, beban biaya yang ditanggung akan lebih tinggi 5%-5,5% dari total penjualan tahun ini. Harga minyak kelapa sawit yang merupakan bahan baku utama telah naik 40% sejak awal tahun.
"Unilever tak berharap banyak perubahan yang mendadak dalam tahun ini, termasuk harga komoditas pada 2012. Fluktuasi sangat signifikan dan volatilitas akan berlanjut," tutur Chief Financial Officer Unilever Jean-Marc Huet .
Saham Unilever turun 0,4% menjadi 24,60 euro pada penutupan perdagangan Amsterdam, kemarin.