Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JOHANNESBURG. Peneliti Afrika Selatan baru-baru ini mendeteksi varian virus corona baru dengan banyak mutasi. Untuk saat ini, mereka belum bisa memastikan, apakah varian tersebut lebih menular atau tidak, termasuk bisa diatasi oleh jenis vaksin yang sudah ada.
Melansir Reuters, varian baru itu pada dasarnya adalah varian C.1.2 (Beta) yang pertama kali terdeteksi pada Mei lalu dan kini telah menyebar ke sebagian besar provinsi di Afrika Selatan dan ke tujuh negara lain di Afrika, Eropa, Asia, dan Oseania.
Saat ini, varian baru tersebut telah bermutasi dan terkait dengan varian lain yang memiliki kemampuan penularan yang lebih tinggi, serta mampu menurunkan kemampuan antibodi penetralisir.
Para ilmuwan di Afirka Selatan saat ini masih belum yakin, bagaimana gabungan berbagai varian tersebut memengaruhi perilaku virus. Tes laboratorium sedang dilakukan untuk menentukan seberapa baik varian dinetralkan oleh antibodi.
Baca Juga: WHO pastikan gelombang ketiga Covid-19 di Afrika sudah terkendali
Afrika Selatan adalah negara pertama yang mendeteksi varian Beta, satu dari hanya empat varian virus corona yang mendapat label khusus dari WHO.
Varian Beta diyakini menyebar lebih mudah dari versi asli dari virus corona, penyebab penyakit Covid-19. Beberapa bukti juga menunjukkan vaksin bekerja kurang baik untuk melawannya.
Data pengurutan genom dari Afrika Selatan memperlihatkan, varian Beta masih lebih jinak dibandingkan dengan varian Delta yang kini mulai mendominasi.
Pada Juli lalu, varian Beta menyumbang 3% dari sampel, naik dari 1% di Juni. Sedangkan varian Delta menyumbang 67% pada Juni dan 89% di Juli.
Delta masih menjadi varian tercepat dan terkuat penularannya yang pernah dihadapi sejauh ini. Parahnya, Delta mulai terdeteksi setelah banyak negara mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial.