Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
SINGAPURA. Pertumbuhan perekonomian Singapura tahun ini kemungkinan meleset dari prediksi yang ditetapkan pemerintah. Menurut Menteri Perdagangan Singapura Lim Hng Kiang, hal ini disebabkan semakin parahnya kondisi perekonomian global akibat krisis kredit.
“Perekonomian saat ini sangat volatile dan rentan terhadap kondisi global. Kami yakin pertumbuhan tahun ini akan berada di bawah proyeksi awal sebesar 2,5% karena sejak September terjadi kejatuhan yang semakin dalam di pasar dunia,” jelas Lim.
Meski demikian, kebijakan moneter yang diterapkan Singapura cukup kondusif untuk pertumbuhan perekonomian di Negeri Merlion itu. Bank sentral pada Oktober lalu mengakhiri penetapan kebijakan untuk menaikkan nilai mata uangnya untuk mendukung perekonomian seiring dengan semakin menjinaknya inflasi dari rekor tertingginya dalam 26 tahun terakhir.
“Saat ini kita sedang menghadapi lingkungan yang sangat sulit,” jelas Lim. Pada minggu lalu, Bank Dunia memprediksi perdagangan internasional akan semakin menyusut untuk pertama kalinya pada tahun 2009. Pemerintah Singapura juga meramalkan, pengiriman ke luar negeri akan anjlok sebesar 7% pada tahun ini dan akan merosot lagi sebesar 1% pada 2009.
Lim juga mengatakan, perekonomian juga akan mengalami penurunan sebesar 1% pada tahun depan. Ini merupakan kontraksi pertama sejak 2001 silam.
Meski demikian, Pemerintah Singapura sudah mempersiapkan strategi khusus untuk menangkal krisis tahun depan. Salah satunya yakni melalui penetapan anggaran belanja tahun depan. Lim mengatakan, sektor bisnis dan konsumen akan mendapat keuntungan dari anggaran belanja pemerintah tahun depan yang bakal diumumkan pada 22 Januari.
Sekadar informasi, perekonomian Singapura telah mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut. Selain itu, beberapa perusahaan seperti DBS Group Holdings Ltd dan parkway Holdings juga sudah mengumumkan untuk mengurangi jumlah gaji dan pekerjanya. Memang, saat ini, negara-negara yang sangat tergantung dengan tingkat ekspor harus menghadapi gempuran penurunan permintaan dari konsumen terbesarnya, yakni AS dan Eropa.