Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - GYEONGJU. Presiden China Xi Jinping menjadi pusat perhatian dalam pertemuan tahunan para pemimpin negara-negara Asia Pasifik (APEC) yang digelar di Gyeongju, Korea Selatan. Dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) APEC dengan Korea Selatan sebagai tuan rumah ini, Xi dijadwalkan akan bertemu dengan rekan-rekannya dari Kanada, Jepang dan Thailand setelah mengamankan gencatan senjata perdagangan dengan Presiden AS Donald Trump.
Mengutip Reuters, Jumat (31/10/2025), Kesepakatan tersebut, yang dicapai tepat sebelum Trump meninggalkan Korea Selatan, tanpa menghadiri KTT APEC yang berlangsung selama dua hari, meredakan ketegangan yang meningkat antara dua negara ekonomi terbesar dunia yang mengguncang perdagangan global.
Trump meninggalkan Korea Selatan lantaran ia menjadi tuan rumah pesta Halloween tahunan Gedung Putih di Washington.
Baca Juga: PM Jepang Takaichi dan Presiden China Xi Jinping Sepakat Jalin Hubungan yang Stabil
Sementara itu, Presiden Xi berusaha menampilkan China sebagai pendukung perdagangan bebas dan terbuka yang dapat diprediksi di forum tersebut, sebuah peran yang telah didominasi AS selama beberapa dekade.
Seruan Kerja Sama yang Lebih Dalam
"Perubahan yang tak terlihat dalam satu abad semakin cepat di seluruh dunia," kata Xi kepada para pemimpin blok ekonomi beranggotakan 21 negara tersebut pada hari Jumat di kota bersejarah Gyeongju.
"Semakin ganasnya laut, semakin kita harus bersatu," tambah Xi dalam pidato yang menyerukan perlindungan aturan perdagangan global dan kerja sama ekonomi yang lebih dalam.
Namun, banyak negara Asia waspada terhadap retorika China, mengingat postur pertahanannya yang kuat di kawasan tersebut, dominasinya di bidang manufaktur, dan kesediaannya untuk menggunakan kontrol ekspor dan instrumen lain dalam sengketa perdagangan.
Mewakili Trump, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan kepada para pemimpin yang berkumpul, bahwa Washington sedang menyeimbangkan kembali hubungan perdagangannya untuk membangun fondasi yang lebih kuat bagi pertumbuhan global.
IMF awalnya memangkas proyeksi pertumbuhan global setelah pengumuman tarif 'Hari Pembebasan' Trump pada bulan April, tetapi telah menaikkannya kembali karena guncangan dan kondisi keuangan terbukti lebih baik dari yang diperkirakan.
Xi Bertemu Perdana Menteri Jepang
Di antara pertemuan bilateral yang paling dinantikan, pemimpin China mengadakan pembicaraan pertamanya dengan perdana menteri baru Jepang, Sanae Takaichi. Dalam sambutan pembukaan yang singkat, kedua pemimpin mengatakan mereka akan berupaya untuk memajukan hubungan.
"Saya menyampaikan kekhawatiran saya, tetapi juga mengangkat area-area yang dapat kita kerja sama. Saya ingin pertemuan ini menjadi titik awal bagi Jepang dan Tiongkok," ujar Takaichi setelah pertemuan tersebut.
Xi menyerukan pengelolaan perbedaan dengan berfokus pada gambaran yang lebih besar dan "memperlakukan satu sama lain sebagai mitra, bukan sebagai ancaman, belajar dari sejarah, dan menatap masa depan".
Baca Juga: Di Busan, Trump Cari Titik Temu dengan Xi Jinping untuk Akhiri Ketegangan Perdagangan
Meskipun hubungan antara kedua rival bersejarah ini telah berada dalam pijakan yang lebih baik dalam beberapa tahun terakhir, kenaikan mengejutkan Takaichi menjadi pemimpin perempuan pertama Jepang dapat memperburuk hubungan karena pandangan nasionalistisnya dan kebijakan keamanan yang agresif.
Salah satu tindakan pertamanya sejak menjabat minggu lalu adalah mempercepat pembangunan militer yang bertujuan untuk menghalangi ambisi teritorial China yang semakin asertif di Asia Timur. Jepang juga menjadi tuan rumah konsentrasi militer AS terbesar di luar negeri.
Penahanan warga negara Jepang di China dan pembatasan impor Beijing terhadap daging sapi, makanan laut, dan produk pertanian Jepang juga kemungkinan akan menjadi agenda.













