Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Xiaomi Corp mengajukan gugatan terhadap Departemen Pertahanan dan Departemen Keuangan AS. Gugatan itu diajukan Xiaomi di pengadilan distrik Washington Amerika Serikat (AS), pada hari Jumat, waktu setempat.
Pihak Xiaomi keberatan dimasukkan dalam daftar resmi perusahaan yang memiliki hubungan dengan militer China.
Berbekal tudingan tersebut, Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS), di bawah pemerintahan Trump, pertengahan Januari lalu menambahkan Xiaomi dan delapan perusahaan lain ke dalam daftar perusahaan yang terlarang bagi investor AS.
Baca Juga: Wall Street anjlok di akhir pekan, Dow dan S&P 500 cetak pelemahan di bulan Januari
Pemerintah AS meminta para investor AS melepaskan kepemilikan mereka di perusahaan-perusahaan tersebut dengan tenggat waktu yang ditentukan.
Dalam gugatan yang ditujukan kepada Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Keuangan Janet Yellen, Xiaomi menyebut keputusan itu "melanggar hukum dan tidak konstitusional".
Xiaomi menegaskan bahwa pihaknya tidak terafiliasi dengan tentara Pembebasan Rakyat, julukan angkatan bersenjata China. XIaomi mengklaim pembatasan investasi terhadap investor AS yang mulai berlaku pada 15 Maret 2020 lalu akan menyebabkan "kerugian langsung dan tidak dapat diperbaiki pada Xiaomi."
Xiaomi mengatakan 75% hak suara perusahaan dipegang oleh pendiri Lin Bin dan Lei Jun, tanpa kepemilikan atau kendali dari individu atau entitas yang berafiliasi dengan militer.
Pihak Xiaomi menyebut bahwa sejumlah besar pemegang sahamnya adalah orang AS. Tiga dari 10 pemegang saham biasa teratas Xiaomi adalah grup investasi institusi asal AS.
"Hubungan strategis perusahaan dengan lembaga keuangan AS akan rusak secara signifikan," kata pengaduan tersebut.
"Selain itu, asosiasi publik Xiaomi dengan militer China akan secara signifikan merusak posisi perusahaan dengan mitra bisnis dan konsumen, menyebabkan kerusakan reputasi yang tidak dapat diukur atau diperbaiki dengan mudah."
Departemen Pertahanan AS dan Departemen Keuangan tidak segera menanggapi permintaan komentar oleh Reuters.