Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Sinyal resesi masih terus menyala. Setelah sebelumnya sinyal resesi datang dari pasar obligasi Amerika Serikat (AS), kini, sinyal resesi juga muncul dari kawasan Asia Pasifik.
Sebagai bukti, tingkat yield obligasi pemerintah bertenor 10 tahun di mayoritas pasar Asia mencatatkan penurunan tajam. Kecemasan akan terjadinya resesi menyebabkan investor ramai-ramai masuk ke dalam pasar obligasi.
Baca Juga: Sinyal merah global: Yield surat utang AS tenor 30 tahun anjlok ke rekor terendah
Seperti yang diketahui, harga obligasi bergerak berlawanan dengan yield. Seiring aksi beli investor untuk membeli obligasi milik pemerintah, harganya pun melonjak dan tingkat yield langsung anjlok.
Di Jepang, yield surat utang bertenor 10 tahun melorot di bawah range yang disukai Bank of Japan untuk kali pertamanya pada pekan lalu, yakni melampaui level -0,2%. Sebelumnya, bank sentral telah mematok yield untuk surat utang 10 tahun di kisaran 0% (nol), yakni 0,2% dan -0,2%.
Namun, ketakutan akan resesi mengguncang market. Pada Rabu (14/8) kemarin, terjadi pembalikan kurva imbal hasil US Treasury tenor dua tahun dengan US Treasury tenor 10 tahun untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terakhir. Kondisi ini dapat dijadikan indikator, meski terlalu awal, terjadinya resesi ekonomi.
Tak hanya itu, tingkat yield surat utang AS bertenor 30 tahun juga melorot ke rekor terendahnya sepanjang masa.
Baca Juga: The Fed hadapi dilema gara-gara pembalikan kurva imbal hasil US Treasury
Kondisi serupa juga merembet ke pasar obligasi yang memiliki tingkat yield rendah di kawasan Asia Pasifik. Sebut saja Hong Kong, Korea Selatan, dan Singapura. Pun demikian pasar obligasi dengan tingkat yield menengah seperti Malaysia dan China.
Namun, salah satu analis mengatakan kepada CNBC, investor menghindari pasar obligasi yang menawarkan yield tinggi karena lebih berisiko seperti Indonesia dan India. Menurut Julio Callegari, fixed income portfolio manager JP Morgan Asset Management, kondisi itu menyebabkan yield di kedua pasar tersebut malah naik.
Baca Juga: Kurva imbal hasil US Treasury terbalik, sinyal klasik resesi ekonomi akan datang
"Alasan utama adalah pasar obligasi ini lebih sensitif terhadap penghindaran risiko (risk aversion). Hal ini biasanya menyebabkan depresiasi terhadap mata uang mereka dan tekanan pada kurva yield," paparnya.
"Secara keseluruhan, kami memprediksi tren ini akan berlanjut untuk sementara waktu, mengingat pertumbuhan ekonomi masih melambat di kawasan regional dan bank sentral sepertinya masih akan melakukan pelonggaran kebijakan," tambahnya.