Sumber: Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
PARIS. Presiden Prancis Emmanuel Macron berhasil menemukan cara untuk membangun imej positif dirinya di kancah internasional, yakni mengkritik Presiden AS Donald Trump atas aksinya sendiri.
Macron memulai lewat aksi jabat tangan yang erat dan tegas dengan Trump pada pertemuan puncak NATO di Brussels 25 Mei lalu. Kemudian diikuti dengan wawancara di mana Macron menyombongkan diri bahwa tampilan tegas dimaksudkan untuk mengirim pesan bahwa dia tidak akan lembek dalam menghadapi presiden AS.
Setelah Trump mengumumkan bahwa AS menarik diri dari Kesepakatan Paris terkait emisi karbon, Macron memposting video dalam bahasa Inggris yang isinya mengundang para ilmuwan iklim AS untuk bekerja di Prancis. Dia bahkan membajak slogan tanda tangan Trump yakni sebuah imbauan untuk "menciptakan planet kita menjadi hebat lagi".
Kementerian luar negeri Prancis melakukan aksinya dengan mengirim video yang membantah secara langsung pernyataan Trump yang salah tentang kesepakatan Paris. Semua disertai dengan tanda tagar #MakeThePlanetGreatAgain. Video itu ditonton sebanyak 11 juta kali, dibagikan sebanyak 179.000 kali di Facebook, dan di tweet ulang sebanyak 49.000 kali di Twitter.
"Macron ingin mengirimkan pesan bahwa dia bermain di lahan yang sama dengan Trump. Dia berpikir jika Trump akan menggunakan Twitter dan pesan video dengan cara agresif, maka saya juga. Macron juga bertaruh bahwa cara berkomunikasinya akan sangat modern," jelas Philippe Moreau Defarges, penasihat French Institute for International Affairs yang berbasis di Paris.
Seperti Trump, Macron bertaruh pendekatan yang dilakukan akan terbayar di negaranya sendiri, yakni pemilu parlemen yang akan berlangsung pekan depan. "Dia sangat membutuhkan mayoritas di Parlemen sehingga bisa menjalankan negara dengan baik. Trump sangat tidak populer, dan di Eropa semua orang mendukung hal ini," jelas Philippe Le Corre, analis tamu di Brookings Institution's Center di AS dan Eropa.
Di luar semua itu, direktur dari Europe Program di Center for Strategic and International Studies Heather Conley menilai, ada sejumlah risiko dari pendekatan yang dilakukan Macron. Conley menilai, aksi Macron 'more playful' dibanding apa yang dilakukan Kanselir Jerman Angela Merkel. Seperti yang diketahui, pemimpin Jerman itu menjadi headline pada pekan lalu dengan mengatakan aksi balik badan Trump dari organisasi internasional berarti warga Eropa tidak bisa lagi mengandalkan hubungan trans-Atlantik.
Sementara itu, Juru Bicara Menteri Luar Negeri Prancis Romain Nadal mengatakan, tidak ada maksud untuk tidak menghormati AS dengan 'membetulkan' video Gedung Putih.
"Kami tidak menghina siapa pun, kami terbuka untuk perdebatan. Kami menjadikan media sosial sebagai bagian penting dalam berkomunikasi. Demikian juga halnya dengan Presiden Trump. Itu cara bermainnya sekarang. Sehingga, hal ini sangat normal bahwa perdebatan dilakukan lewat media sosial," kata Nadal.
Sementara itu, petinggi Gedung Putih yang namanya tetap anonim mengatakan tidak ada rasa sakit hati atas pernyataan Macron. Tidak ada kecemasan pula bahwa hal itu akan merusak hubungan kedua negara. "Mereka mengalami pertemuan yang hebat dan kami rasa hubungan ini akan semakin kuat," jelas Sekretaris Pers Gedung Putih Sean Spicer.