kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gara-gara teknologi, peritel Inggris pangkas staf


Kamis, 26 Oktober 2017 / 12:01 WIB
Gara-gara teknologi, peritel Inggris pangkas staf


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - LONDON. Dalam tiga bulan terakhir, pelaku ritel Inggris banyak memangkas lapangan kerja dengan laju tercepat sejak 2008. Menurut Konsorsium Ritel Inggris (British Retail Consortium/BRC) pada Kamis (26/10), kondisi ini dilakukan seiring dengan perubahan teknologi dan besarnya biaya karyawannya.

BRC -yang mewakili peritel besar- mengatakan, para anggotanya mempekerjakan staf lebih sedikit 3% pada kuartal tiga tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Data yang sama menunjukkan, jumlah total jam kerja juga menurun 4,2% dalam basis year on year.

Kedua data ini mengalami penurunan terdalam sejak BRC melakukan pengumpulan data di 2008, saat Inggris berada di tengah jurang resesi terburuk dalam beberapa dekade.

Hal ini sangat kontras dengan gambaran ekonomi secara luas, di mana tingkat pengangguran berada di level terendah sejak 1975 dan penciptaan lapangan kerja cukup kuat, walaupun sebagian dengan mengorbankan tingkat upah.

Meski demikian, laporan BRC sejalan dengan survei Komisi Eropa pada bulan lalu yang menunjukkan ekspektasi peritel Inggris untuk karyawan anjlok ke level terendah sejak akhir 2011.

"Laju pengurangan lapangan kerja  di industri ritel kian meningkat," jelas BRC chief executive Helen Dickinson.

Dia menambahkan, di balik penurunan jumlah armada kerja, ada revolusi teknologi di ritel, yang mengurangi permintaan tenaga kerja, serta kebijakan pemerintah yang mendongkrak biaya untuk perekrutan pekerja.

Ritel -yang berkontribusi sekitar 10% dalam lapangan kerja di Inggris- memiliki banyak sekali pekerjaan dengan upah rendah sehingga terkena dampak kebijakan kenaikan upah minimum yang ditetapkan pemerintah Inggris dalam beberapa tahun terakhir. Kebijakan pemerintah Inggris lainnya yang memberatkan pelaku ritel Inggris adalah pungutan baru untuk pelatihan oleh pemerintah dan persyaratan pensiun.

Para peritel juga harus menghadapi persaingan ketat dari toko online, yang biasanya membutuhkan lebih sedikit staf. Sedangkan supermarket mulai beralih ke teknologi di mana pelanggan yang melakukan sendiri pemindaian belanja mereka, yang hanya diawasi oleh segelintir staf.

Sainsbury's, kelompok supermarket terbesar kedua di Inggris setelah Tesco, pada pekan lalu mengatakan, pihaknya berusaha untuk memangkas hingga 2.000 lapangan pekerjaan, terutama di departemen penggajian dan sumber daya manusia.

Menurut BRC, satu hal positif dari penurunan jumlah lapangan pekerjaan ini adalah kenaikan gaji rata-rata bagi staf yang bertahan, seiring dengan peningkatan produktivitas.

"Tantangan bagi peritel yakni mempertahankan laju peningkatan produktivitas karena mereka menghadapi kurangnya keterampilan yang dibutuhkan untuk industri baru yang sangat bergantung pada digital," kata Dickinson.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×