kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

3 Alasan Mengapa Gelombang Covid-19 Terbaru China Memicu Kepanikan Global


Rabu, 04 Januari 2023 / 09:07 WIB
3 Alasan Mengapa Gelombang Covid-19 Terbaru China Memicu Kepanikan Global
ILUSTRASI. Banyak negara yang khawatir tentang penyebaran Covid-19 di China. REUTERS TV via REUTERS


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Kasus Covid-19 China mengalami lonjakan besar Covid-19 setelah pemerintah setempat mencabut kebijakan nol Covid-19 pada bulan lalu.

Kini, banyak negara yang khawatir tentang penyebaran Covid-19 di China. Sebagai salah satu bukti, sudah belasan negara di dunia yang memberlakukan pembatasan atas masuknya pelancong dari Negeri Panda itu. 

Sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat dan Inggris, memperkenalkan kembali tes negatif COVID-19 pra-penerbangan untuk orang yang terbang dari Tiongkok. 

Negara lainnya, seperti Jepang dan Italia, mewajibkan pengujian pada saat kedatangan dan karantina bagi mereka yang dinyatakan positif.  

Satu negara, Maroko, bahkan telah memutuskan untuk melarang masuknya semua pelancong yang datang dari China secara langsung dalam langkah yang akan mulai berlaku pada hari Selasa. 

Reuters memberitakan, juru bicara kementerian luar negeri China Mao Ning mengatakan, pembatasan masuk COVID-19 beberapa negara yang menargetkan China tidak memiliki dasar ilmiah dan tidak masuk akal. 

Baca Juga: PPKM Dicabut, Tak ada Pembatasan Bagi Wisatawan China

"Kami dengan tegas menentang praktik semacam itu" dan akan mengambil tindakan yang sesuai," tegasnya.

Lantas, mengapa gelombang Covid-19 China membuat masyarakat dunia panik?

Mengutip NDTV, ini tiga alasan mengapa melonjaknya kasus Covid-19 China memicu kekhawatiran dunia:

1. Data yang tidak dapat diandalkan

Beijing telah mengakui skala wabah menjadi hal yang sulit untuk dilacak setelah aturan wajib pengujian massal dicabut pada bulan lalu.

Komisi Kesehatan Nasional telah berhenti menerbitkan statistik infeksi dan kematian nasional setiap hari.

Tanggung jawab itu telah dialihkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), yang hanya akan menerbitkan angka sebulan sekali setelah China menurunkan protokol manajemen penyakitnya pada 8 Januari 2023.

China hanya melaporkan 15 kematian akibat Covid sejak mulai melonggarkan pembatasan pada 7 Desember 2022, tak lama setelah itu mempersempit kriteria pencatatan kematian akibat virus.

Tentu saja, hal ini memicu kekhawatiran bahwa gelombang infeksi tidak tercermin secara akurat dalam statistik resmi.

Baca Juga: Daftar 14 Negara yang Menerapkan Pembatasan Masuk Bagi Pelancong dari China

Pihak berwenang pun mengakui pada minggu lalu bahwa skala data yang dikumpulkan "jauh lebih kecil" daripada ketika tes PCR massal wajib dilakukan.

Pejabat CDC Yin Wenwu mengatakan pihak berwenang sekarang sedang mengumpulkan data dari survei rumah sakit dan pemerintah daerah serta volume panggilan darurat dan penjualan obat demam.

2. Estimasi yang tak lengkap

Pada bulan lalu, beberapa otoritas lokal dan regional mulai membagikan perkiraan total infeksi harian karena skala wabah masih belum jelas.

Pejabat kesehatan di provinsi pesisir kaya Zhejiang meyakini satu juta penduduk terinfeksi setiap hari pada minggu lalu. Kota Quzhou dan Zhoushan mengatakan setidaknya 30% populasi telah tertular virus tersebut.

Kota pesisir timur Qingdao juga memperkirakan sekitar 500.000 kasus baru setiap hari. Selain itu, pusat manufaktur selatan Dongguan memperkirakan kasus baru hingga 300.000.

Pejabat di provinsi pulau Hainan pada Jumat memperkirakan tingkat infeksi di sana telah melampaui 50 persen.

Tetapi pejabat tinggi kesehatan Wu Zunyou mengatakan pada hari Kamis bahwa infeksi Covid-19 sudah mencapai puncaknya di sejumlah kota seperti Beijing, Chengdu dan Tianjin.

Pakar penyakit menular top Shanghai, Zhang Wenhong, mengatakan kepada media pemerintah bahwa kota besar itu mungkin telah memasuki periode puncaknya pada 22 Desember, dengan perkiraan 10 juta penduduk telah tertular Covid.

Catatan yang bocor dari pertemuan pejabat kesehatan bulan lalu mengungkapkan bahwa mereka yakin 250 juta orang telah terinfeksi di seluruh China dalam 20 hari pertama bulan Desember.

Baca Juga: Korea Selatan Mewajibkan Tes COVID-19 pada Pelancong dari Hong Kong dan Makau

Model infeksi independen memberikan gambaran yang suram. Peneliti Universitas Hong Kong memperkirakan hampir satu juta orang China akan meninggal dunia pada  musim dingin ini sebagai akibat dari pembukaan pembatasan Covid.

Dan firma analisis risiko kesehatan Airfinity memperkirakan 11.000 kematian dan 1,8 juta infeksi per hari, dengan total 1,7 juta kematian pada akhir April.

3. Potensi kemunculan varian baru

Banyak negara mengutip kekhawatiran tentang potensi kemunculan varian baru sebagai alasan untuk menyaring kedatangan warga China ke negaranya.

Tapi belum ada bukti kemunculan strain baru yang muncul dari gelombang saat ini.

Pejabat tinggi CDC Xu Wenbo mengatakan bulan lalu bahwa China sedang mengembangkan basis data genetik nasional sampel Covid yang berasal dari pengawasan rumah sakit yang akan membantu melacak mutasi.

Pakar kesehatan China mengatakan, dalam beberapa hari terakhir subvarian Omicron BA.5.2 dan BF.7 paling umum di Beijing. Pengumuman ini juga dimaksudkan sebagai tanggapan atas kekhawatiran publik bahwa varian Delta mungkin masih beredar.

Mereka juga bilang bahwa varian Omicron tetap menjadi jenis yang paling dominan di Shanghai.

Ahli virologi Universitas Hong Kong Jin Dong-yan mengatakan pada podcast independen bulan lalu bahwa orang tidak perlu takut dengan risiko varian baru yang lebih mematikan di China.

"Banyak tempat di seluruh dunia telah mengalami (infeksi skala besar) tetapi varian yang lebih mematikan atau patogen tidak muncul setelahnya," kata Jin.




TERBARU

[X]
×