kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

5 Prediksi Buruk Ekonomi Global di 2023, Apa Saja?


Senin, 09 Januari 2023 / 07:22 WIB
5 Prediksi Buruk Ekonomi Global di 2023, Apa Saja?
ILUSTRASI. Plastic letters arranged to read 'Inflation' are placed on U.S. Dollar banknote in this illustration taken, June 12, 2022. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie, Bidara Pink, Dendi Siswanto, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah organisasi internasional memperkirakan terjadinya krisis ekonomi global pada tahun ini. Bahkan disebutkan, krisis yang terjadi di 2023 merupakan yang terburuk dari yang pernah ada. 

Seperti apa prediksi ekonomi global di tahun ini? Berikut rangkumannya seperti yang dilansir Kontan dari berbagai sumber:

1. Prediksi Bank Dunia

Pada akhir September lalu, pimpinan Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi global bakal mengalami resesi ekonomi di 2023. 

Melansir Kontan, Presiden World Bank Group David Malpass bahwa bank sentral di seluruh dunia telah menaikkan suku bunganya dan tren tersebut diperkirakan akan berlanjut di tahun depan.

Pada ujungnya, kebijakan tersebut berdampak kepada perlambatan ekonomi yang bisa memunculkan resesi di banyak negara, sehingga hal tersebut juga akan mengganggu kinerja ekspor.

2. Ramalan Bank Indonesia

Kontan memberitakan, Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 bakal lebih pelan alias melambat.

Gubernur BI Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun depan akan sebesar 2,6% yoy, atau lebih rendah dari perkiraan 2022 yang sebesar 3% yoy.

“Perlambatan ekonomi global tersebut dipengaruhi fragmentasi ekonomi, perdagangan, dan investasi karena ketegangan politik yang berlanjut dan dampak kebijakan moneter agresif negara maju,” tutur Perry, Kamis (22/12).

Perry menyebut, tekanan inflasi global masih tinggi, meski berpotensi melandai pada tahun depan. Kondisi tersebut didorong oleh disrupsi rantai pasok global dan ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Hal inilah yang kemudian mendorong bank-bank sentral untuk tetap mengerek suku bunga acuan. Seperti, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) diperkirakan mengerek suku bunga acuan hingga awal 2023.

“Siklus pengetatan moneter akan panjang, meski besarannya lebih rendah dari perkiraan,” tutur Perry.

Hal ini juga mendorong adanya ketidakpastian di pasar keuangan global. Perkasanya dolar AS, turut mengerem aliran masuk modal asing ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, perlambatan ekonomi global ini juga mengandung risiko resesi di beberapa negara. Perry menyebut, seperti, AS dan Eropa.

3. Prediksi CEBR

Ekonomi dunia diperkirakan akan masuk resesi pada tahun 2023 akibat kenaikan suku bunga bunga yang masih berlanjut yang ditujukan untuk meredam inflasi. 

Menurut penelitian Centre for Economics and Business Research (CEBR), kebijakan suku bunga yang tinggi akan menyebabkan sejumlah ekonomi mengalami kontraksi sehingga dunia akan menghadapi resesi. 

Dalam World Economic League Table tahunan yang dirilis konsultan Inggris itu, ekonomi global yang pertama kalinya melampaui US$ 100 triliun pada tahun 2022. Itu akan terhenti pada tahun 2023 karena bank sentral masih harus berjuang menjinakkan inflasi. 

"Sepertinya ekonomi dunia akan menghadapi resesi tahun depan akibat kenaikan suku bunga," kata Kay Daniel Neufeld, Direktur dan Kepala Proyeksi CEBR seperti dikutip Bloomberg, Senin (26/12). 

Meskipun suku bunga sudah naik tinggi, namun pertempuran menjinakkan inflasi belum dimenangkan. CEBR menilai biaya menurunkan inflasi ke tingkat yang lebih aman merupakan prospek pertumbuhan yang lebih buruk untuk beberapa tahun mendatang. 

Laporatisn CEBR lebih pesimis dibandingkan perkiraan terbaru dari IMF. Lembaga ini pada Oktober lalu memperingatkan bahwa sepetiga ekonomi dunia akan kontraksi tahun depan dan 25% berpeluang tumbuh di bawah 2%.  Itu didefenisikan sebagai resesi global.

4. Ramalan IMF

Kepala Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva mengeluarkan ramalan buruk mengenai ekonomi global di 2023. 

Menurutnya, tahun ini, ekonomi global akan lebih sulit daripada tahun 2022. 

"Mengapa? Karena tiga ekonomi besar, AS, UE, China, semuanya melambat secara bersamaan,” katanya dalam wawancara yang ditayangkan di CBS, Minggu (1/1/2023). 

Dia menambahkan, “Kami memperkirakan sepertiga dari ekonomi dunia berada dalam resesi,” katanya. 

Georgieva bilang, bahkan untuk negara-negara yang tidak dalam resesi, rasanya akan sama seperti resesi bagi ratusan juta orang. 

Melansir CNN, saat AS pada akhirnya mungkin bisa menghindari resesi, situasinya terlihat lebih suram di Eropa, yang telah terpukul keras oleh perang di Ukraina.  

“Separuh dari Uni Eropa akan mengalami resesi,” tambah Georgieva. 

IMF saat ini memproyeksikan pertumbuhan global sebesar 2,7% tahun ini, melambat dari 3,2% pada tahun 2022. 

Selain itu, perlambatan di China akan memiliki dampak yang mengerikan secara global. Ekonomi terbesar kedua di dunia melemah secara dramatis pada tahun 2022 karena kebijakan nol-Covid yang kaku, yang membuat China tidak sinkron dengan negara-negara lain di dunia, mengganggu rantai pasokan, dan merusak arus perdagangan dan investasi. 

Mengutip Reuters, China telah mencabut kebijakan nol-COVID dan memulai pembukaan kembali ekonominya yang kacau, meskipun konsumen di sana tetap waspada ketika kasus virus corona melonjak.   

"Untuk pertama kalinya dalam 40 tahun, pertumbuhan China pada 2022 kemungkinan berada di bawah atau di bawah pertumbuhan global," kata Georgieva.  

Selain itu, infeksi COVID yang tak terkendali di China diprediksi akan berlangsung selama beberapa bulan ke depan.  

Menurutnya, kemungkinan hal itu akan semakin memukul ekonomi China tahun ini dan menyeret pertumbuhan regional dan global. 

5. Prediksi Moody's

Dalam laporan terbarunya, Moody's Analytics memperingatkan bahwa AS dapat menghadapi apa yang disebutnya "slowcession" di 2023. 

Akan tetapi Moody's mempertahankan pendapatnya bahwa ekonomi kemungkinan besar akan mampu menghindari resesi atau penurunan besar-besaran. 

Apa maksud ekonomi AS bakal menghadapi slowcession? 

Mengutip Business Insider, slowcession merupakan sebuah skenario di mana pertumbuhan ekonomi hampir terhenti tetapi tidak pernah berbalik arah. Istilah tersebut diciptakan oleh Moody's. 

"Dalam hampir semua skenario, ekonomi akan mengalami tahun 2023 yang sulit," kata kepala ekonom Moody's Mark Zandi dalam laporan Januari.  

Dia menambahkan, “Tapi inflasi cepat moderat, dan fundamental ekonomi sehat. Dengan sedikit keberuntungan dan beberapa kebijakan yang cukup cekatan oleh The Fed, ekonomi bisa menghindari penurunan langsung.” 

Melansir The Hill, kekhawatiran akan resesi yang semakin meningkat telah menyebar sepanjang tahun lalu. Pemicunya adalah meroketnya tingkat inflasi dan Federal Reserve menaikkan suku bunga dalam upaya untuk mengendalikan kenaikan harga. 

Namun, Zandi memperingatkan bahwa pesimisme resesi seperti itu bisa terwujud dengan sendirinya. 

“Resesi pada akhirnya adalah hilangnya kepercayaan — hilangnya kepercayaan konsumen bahwa mereka akan mempertahankan pekerjaan mereka, menyebabkan mereka membatasi pengeluaran mereka, dan hilangnya kepercayaan oleh bisnis bahwa mereka akan dapat menjual apa yang mereka hasilkan, menyebabkan terjadinya PHK karyawan. Lingkaran setan inilah yang menyebabkan terjadinya resesi," paparnya panjang lebar.


 


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×