Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - TOULOUSE. Industri penerbangan global terus berupaya mengurangi emisi karbon guna mencapai target net zero pada 2050.
Dalam Airbus Summit 2025 yang berlangsung di Toulouse, Prancis, Airbus menegaskan komitmennya terhadap keberlanjutan melalui inovasi teknologi dan kebijakan transisi energi. Acara ini disiarkan langsung melalui kanal YouTube Airbus pada Senin (24/3).
Langkah Airbus ini juga relevan bagi Indonesia, mengingat industri penerbangan nasional menghadapi tantangan serupa dalam mengadopsi energi hijau.
Dengan berkembangnya bahan bakar penerbangan berkelanjutan (Sustainable Aviation Fuel/SAF) dan riset pesawat berbasis hidrogen, maskapai dalam negeri seperti Garuda Indonesia dan Lion Air perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap operasional dan investasi infrastruktur.
Baca Juga: Kemenperin Pilih Teknologi CCU untuk Reduksi Emisi di Sektor Industri
Chief Sustainability Officer Airbus, Julie Kitcher, menyampaikan bahwa industri penerbangan global saat ini menyumbang sekitar 2%-3% dari total emisi gas rumah kaca.
“Kami melihat inovasi teknologi serta kebijakan global memainkan peran penting dalam percepatan dekarbonasi industri penerbangan,” ujarnya dalam acara tersebut.
Salah satu strategi utama Airbus adalah pengembangan pesawat generasi terbaru yang lebih hemat bahan bakar serta peningkatan penggunaan SAF. Namun, CEO Airbus Guillaume Faury menyoroti tantangan utama dalam penerapan SAF, yakni harga yang masih lebih mahal dibanding bahan bakar jet konvensional.
“Diperlukan dukungan regulasi yang lebih kuat agar adopsi SAF bisa lebih cepat dan masif,” kata Faury.
Selain itu, Airbus juga terus mendorong pengembangan pesawat berbasis hidrogen sebagai solusi jangka panjang. Bertrand Piccard, Pendiri Climate Impulse, menilai hidrogen memiliki potensi besar dalam dekarbonisasi industri aviasi, tetapi infrastruktur dan regulasinya masih perlu dikembangkan lebih lanjut.
Baca Juga: AirAsia dan Airbus Kerjasama Inisiatif Keberlanjutan Penerbangan
“Investasi dalam riset dan pengembangan harus terus dilakukan agar hidrogen bisa menjadi bahan bakar utama tanpa emisi,” jelasnya.
Transformasi energi ini juga membuka peluang investasi baru di industri penerbangan, termasuk di Indonesia. Dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat secara global, maskapai nasional perlu bersiap agar tetap kompetitif.
“Perusahaan penerbangan yang tidak beradaptasi dengan solusi berkelanjutan berisiko kehilangan daya saing serta menghadapi tekanan dari investor dan konsumen,” tambah Kitcher.
Dengan mengadopsi strategi keberlanjutan seperti yang dilakukan Airbus, Indonesia berpeluang meningkatkan daya saing sektor penerbangan serta mempercepat transisi menuju industri yang lebih ramah lingkungan.