kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akibat Perang, BP Pilih Berpisah dari BUMN Minyak Rusia Setelah 30 Tahun Bersama


Senin, 28 Februari 2022 / 16:40 WIB
Akibat Perang, BP Pilih Berpisah dari BUMN Minyak Rusia Setelah 30 Tahun Bersama
ILUSTRASI. BP (British Petroleum)


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - LONDON. Perusahaan minyak asal Inggris, British Petroleum (BP), memutuskan keluar dari Rusia dengan menjual sahamnya pada Rosneft yakni raksasa minyak BUMN Rusia.

Langkah BP dilakukan secara tiba-tiba dan maha setelah selama tiga dekade beroperasi di Rusia. Ini menandai langkah signifikan yang dilakukan perusahaan Barat dalam menanggapi invansi Putin ke Ukraina.

Dalam pernyataan resminya, BP mengatakan akan melepas 19,75% sahamnya di Rosnesft dan akan menghasilkan sekitar US$ 25 miliar. Namun, perusahaan Inggris ini tidak menjelaskan bagaimana rencananya untuk melepaskan diri.

Rosneft menyumbang sekitar setengah dari cadangan minyak dan gas BP dan sepertiga dari produksinya. CEO BP Bernard Looney dan mantan CEO Bob Dudley juga akan segera mundur dari dewan Rosneft, di mana mereka pernah menjabat bersama CEO Rosneft Igor Sechin, sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Saya sangat terkejut dan sedih dengan situasi yang terjadi di Ukraina dan hati saya tertuju pada semua orang yang terkena dampak. Hal itu menyebabkan kami secara mendasar memikirkan kembali posisi BP dengan Rosneft," kata Kepala Eksekutif BP Bernard Looney dikutip Reuters, Senin (28/2).

Langkah BP ini menandai tekanan yang meningkat dari pemerintah Barat pada perusahaan mereka untuk membatasi operasi di Rusia karena mereka memperluas jaring sanksi ekonomi terhadap Moskow.

Baca Juga: Ketidakpastian Akhir dari Perang Rusia-Ukraina Berpotensi Melemahkan Rupiah

Sekretaris Bisnis Inggris Kwasi Kwarteng menyambut baik keputusan BP tersebut. "Invasi Rusia yang tidak beralasan ke Ukraina harus menjadi peringatan bagi bisnis Inggris dengan kepentingan komersial di Rusia," kata Kwarteng di Twitter.

Sementara Kantor Berita Rusia melaporkan bahwa Rosneft menyalahkan keputusan BP karena telah menghancurkan kerjasama yang sukses selam 30 tahun.

Susannah Streeter, analis investasi senior di pialang saham ritel Inggris Hargreaves Lansdown, mengatakan akan sangat sulit  bagi BP untuk pulih mendekati apa yang dianggap sebagai nilai penuh  Rosneft. Pekan lalu, Looney mengatakan bahwa BP tetap pada bisnisnya di Rusia dan akan mematuhi sanksi Barat apa pun terhadap Moskow.

BP mengatakan langkah dan pukulan finansialnya tidak akan berdampak pada target keuangan jangka pendek dan panjangnya dalam strateginya untuk beralih dari minyak dan gas ke bahan bakar rendah karbon dan energi terbarukan.

Tetapi Streeter dari Hargreaves Lansdown mengatakan penurunan sebesar ini kemungkinan akan membatasi sejauh mana BP dapat terus mempercepat transisinya menuju energi terbarukan.

BP mengadakan rapat dewan pada hari Jumat dan rapat lainnya pada hari Minggu di mana keputusan untuk keluar dari Rosneft, serta dua usaha patungan lainnya yang dimiliki BP dengan Rosneft di Rusia.

Baca Juga: Investor Masih Mencerna Sanksi Barat ke Rusia, Saham Reli dan Harga Minyak Turun

Dibutuhkan biaya non-tunai valuta asing senilai US$ 11 miliar setelah keluar dari Rosneft, yang tidak akan lagi dimasukkan oleh BP ke dalam akunnya. BP mengatakan pihaknya juga mengharapkan biaya non-tunai hingga US$ 14 miliar.

BP menerima pendapatan dari Rosneft dalam bentuk dividen yang berjumlah sekitar US$ 640 juta pada tahun 2021, sekitar 3% dari keseluruhan arus kas dari operasi. Perusahaan saat ini memiliki sekitar 200 karyawan di Rusia, sebagian besar adalah staf lokal.

Banyak perusahaan energi Barat lainnya beroperasi di Rusia, termasuk TotalEnergies yang memegang 19,4% saham Novatek dan 20% dari proyek LNG Yamal.

"Dalam lingkungan saat ini, setiap perusahaan Eropa atau Amerika dengan aset di Rusia harus mempertimbangkan langkah serupa," kata analis Eurasia Group Henning Gloystein kepada Reuters.




TERBARU

[X]
×