Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Seorang koresponden Palestina mengatakan kepada Los Angeles Times bahwa ia membawa keluarganya dari Kota Gaza ke selatan setelah pemboman semakin intensif. Namun dia kembali ke utara.
Karena kondisi tempat penampungan di sana sangat buruk, tanpa air, tanpa listrik, atau kebersihan yang layak, dia melarikan diri ke selatan lagi.
Sayangnya, tidak ada seorang pun yang mau menyewakan apartemen kepada warga utara karena takut hal itu akan menjadikan apartemen mereka sebagai sasaran IDF.
Beberapa calon pengungsi mengatakan perjalanan ke selatan terlalu sulit karena kekurangan bahan bakar atau terlalu berbahaya.
“Saya ingin pergi tetapi saya tidak ingin kehilangan nyawa dalam perjalanan,” kata warga Kota Gaza Ahmed Ferwana, 63 tahun, kepada The New York Times melalui telepon.
“Lebih baik mati di rumah daripada mati di jalanan,” tambahnya.
Baca Juga: Sekjen PBB: Gaza Menjadi Kuburan untuk Anak-Anak
Sementara itu, mengutip The Washington Post, warga Palestina yang berani mengambil risiko untuk mencapai Rafah tidak yakin akan imbalan apa pun.
Pihak berwenang Mesir telah menutup sisi penyeberangan mereka untuk mencegah warga Palestina masuk. Meskipun pemerintahan Biden mendesak agar jalur tersebut dibuka kembali, rezim Jenderal Abdel-Fattah El-Sisi enggan mengambil tanggung jawab menampung ribuan pengungsi.
Meski terdengar kejam, hal ini sejalan dengan kebijakan yang sudah lama ada: Mesir prihatin terhadap permasalahan warga Palestina namun tidak ingin permasalahan tersebut ada di wilayahnya.
Kairo sudah menggunakan alasan yang biasa mereka gunakan, yaitu kemiskinan dan keamanan: Mesir tidak mampu menampung pengungsi, dan mereka mungkin akan menimbulkan masalah.
Negara-negara Arab lainnya menawarkan variasi dari garis-garis tersebut. Yordania sudah memiliki terlalu banyak warga Palestina (mereka merupakan lebih dari setengah populasi kerajaan tersebut) dan terlalu banyak pengungsi dari negara lain, seperti Suriah. Turki, yang bersimpati pada perjuangan Palestina, juga mempunyai banyak pengungsi dari wilayah lain.
Negara-negara Teluk Arab mempunyai banyak lahan dan tidak kekurangan uang. Arab Saudi saat ini menghabiskan ratusan miliar dolar untuk membangun kota yang sebenarnya tidak dibutuhkannya.
Baca Juga: Perang Israel-Hamas Bayangi Perekonomian Indonesia di Kuartal IV-2023
Alasan tradisional mereka untuk tidak menerima warga Palestina adalah karena hal itu akan membuat Israel semakin berjaya.