Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Selasa (18/1) mengatakan, belum ada bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dan remaja sehat membutuhkan dosis booster vaksin Covid-19.
Dalam konferensi pers hariannya, Soumya Swaminathan turut menegaskan bahwa untuk saat ini memang ada penurunan kekebalan vaksin dari waktu ke waktu terhadap varian Omicron. Oleh karena itu, penggunaan booster masih harus terus diteliti.
"Tidak ada bukti saat ini bahwa anak-anak yang sehat atau remaja yang sehat membutuhkan booster. Tidak ada bukti sama sekali," kata Swaminathan, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Sekjen PBB Minta Seluruh Dunia Divaksinasi agar Pandemi Covid-19 Cepat Berakhir
Di sejumlah negara, suntikan booster kepada anak-anak pada kenyataannya sudah mulai diberikan. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS awal bulan ini mengizinkan penggunaan dosis ketiga vaksin Pfizer dan BioNTech untuk anak-anak berusia 12 hingga 15 tahun.
Sementara itu, Israel juga sudah mulai menawarkan booster kepada anak-anak berusia 12 tahun. Israel bahkan sudah memberikan dosis keempat untuk sejumlah petugas kesehatan dalam sebuah program uji coba.
Sayangnya, pihak Sheba Medical Center Israel, yang melakukan uji coba, menyatakan bahwa dosis keempat ini dianggap masih belum mampu melawan varian Omicron.
Pekan lalu, Jerman jadi negara berikutnya yang merekomendasikan agar semua anak berusia antara 12 dan 17 tahun menerima dosis vaksin Covid-19 booster. Negara Eropa lain seperti Hongaria juga sudah merekomendasikan dosis ketiga ini untuk anak-anak.
Baca Juga: Studi Israel: Empat Dosis Vaksin Masih Belum Mampu Melawan Omicron
Swaminathan mengatakan kelompok ahli terbaik WHO akan melakukan pertemuan akhir pekan ini untuk mempertimbangkan upaya spesifik tentang di tahap apa negara harus memberikan booster kepada penduduk mereka.
"Tujuan utamanya adalah untuk melindungi mereka yang paling rentan, melindungi mereka yang berisiko tinggi terkena penyakit parah hingga sekarat," lanjut Swaminathan.
Saat ini WHO masih menggolongkan penduduk lanjut usia, orang-orang dengan gangguan kekebalan, dan petugas kesehatan ke dalam kelompok populasi paling renta