Sumber: Finbold News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki tahun 2025, Bitcoin (BTC) kembali menjadi sorotan dengan volatilitas tinggi dan perhatian pasar yang semakin meningkat. Banyak analis yang memperkirakan bahwa tahun ini bisa menandai berakhirnya siklus bull saat ini, meskipun harga Bitcoin masih menunjukkan potensi kenaikan yang signifikan.
Salah satu teori yang sering digunakan dalam memprediksi pergerakan harga Bitcoin adalah Cycle Theory, yang telah berhasil memprediksi titik puncak dan dasar harga Bitcoin selama lebih dari satu dekade. Menurut teori ini, Bitcoin diperkirakan akan mencapai Cycle Top berikutnya pada harga US$200.000 pada November 2025.
Model Logarithmic Growth Channel (LGC) dan Indikator Pendukung
TradingShot, sebuah platform analisis teknikal, mengikuti pergerakan harga Bitcoin dengan menggunakan Logarithmic Growth Channel (LGC), sebuah model yang telah terbukti efektif dalam menggambarkan pola pertumbuhan jangka panjang Bitcoin.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Ungkap Mengapa Kejatuhan Bitcoin adalah Berita Besar bagi Investor
Dalam analisis ini, Bitcoin diperkirakan akan terus mengikuti jalur kenaikan dalam channel logaritmik, yang telah terbukti menjadi patokan pertumbuhan harga Bitcoin sejak lama.
Selain LGC, indikator tambahan seperti Mayer Multiple Bands (MMB) dan Pi Cycle trend lines juga memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai zona harga Bitcoin selama siklus pasar.
Mayer Multiple Bands membantu mengidentifikasi harga ekstrem Bitcoin, dengan ‘3SD above’ (Mayer Top) menunjukkan potensi puncak selama pasar bull, sementara ‘3SD below’ (Mayer Bottom) berfungsi sebagai level support yang kritis.
Sementara itu, Pi Cycle trend lines memberikan dimensi tambahan dengan mengidentifikasi Fair Value Zone, yang merupakan zona di mana Bitcoin cenderung mengonsolidasi sebelum mengalami rally besar atau koreksi signifikan.
Gambaran Siklus Saat Ini
Berdasarkan analisis TradingShot, Bitcoin saat ini memasuki fase terakhir dari siklus bull yang sedang berlangsung. Pola historis menunjukkan bahwa tiga siklus puncak sebelumnya terjadi pada bulan November atau Desember, yaitu pada tahun 2013, 2017, dan 2021.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Prediksi Kejatuhan Pasar Saham Terbesar dan Dampaknya pada Bitcoin
Puncak siklus 2021, misalnya, mencapai sedikit di atas Pi Cycle Top tanpa mencapai Mayer Top, yang menunjukkan pola berulang bahwa Bitcoin cenderung mencapai puncaknya di zona LGC atas, bukan di ekstrem absolut.
Untuk tahun 2025, analisis ini memproyeksikan bahwa Cycle Top akan berada di kisaran US$180.000 hingga US$200.000 pada bulan November, sesuai dengan trajektori historis dan indikator teknikal yang ada.
Koreksi Harga Bitcoin dan Tantangan yang Dihadapi
Namun, pergerakan harga Bitcoin saat ini tidaklah tanpa tantangan. Baru-baru ini, Bitcoin mengalami koreksi yang mendorong harganya turun ke bawah US$100.000. Menurut pakar trading Alan Santana, tren penurunan ini bisa berlanjut hingga mencapai US$40.000, sebagaimana dilaporkan oleh Finbold.
Kekhawatiran semakin meningkat dengan melambatnya permintaan institusional. Berdasarkan data dari Coinglass, Exchange Traded Funds (ETF) Bitcoin tercatat hanya mengalami inflow sebesar US$52,40 juta pada 6 Januari, jauh lebih rendah dibandingkan dengan US$978,60 juta pada 5 Januari.
Penurunan inflow yang berkelanjutan, atau bahkan terjadinya arus keluar yang kuat, bisa memperburuk tekanan jual dan mendorong harga Bitcoin lebih rendah lagi.
Baca Juga: Robert Kiyosaki Prediksi Kejatuhan Pasar Saham Terbesar dan Dampaknya pada Bitcoin
Analisis Harga Bitcoin Terkini
Pada saat penulisan, harga Bitcoin diperdagangkan di kisaran US$94.444, dengan kerugian harian hampir 3%. Pada grafik mingguan, harga Bitcoin turun sebesar 3,5%, yang semakin memperlihatkan momentum bearish dalam jangka pendek.
Namun, meskipun tantangan ini ada, beberapa bulan mendatang akan menjadi kunci untuk menentukan apakah Bitcoin dapat mengatasi hambatan saat ini dan merealisasikan potensi siklus bull yang telah diprediksi oleh para analis untuk tahun 2025.