Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Gambar satelit baru-baru ini yang diambil dari rumah duka dan krematorium di beberapa kota di China menunjukkan peningkatan aktivitas yang nyata. Yakni, semakin banyak warga China yang meninggal dunia akibat karena melonjaknya kasus COVID-19 di seluruh negeri. Akan tetapi, jumlah korban tewas yang dapat diandalkan semakin sulit ditemukan.
Mengutip Time, pada awal Desember, setelah kerusuhan massal, China beralih secara drastis dari kebijakan nol-COVID yang keras menjadi pembukaan kembali secara besar-besaran.
Para ahli telah memperingatkan bahwa kebijakan tersebut bisa menyebabkan gelombang COVID-19 besar-besaran dan dapat mengakibatkan sebanyak satu juta korban, karena kurangnya kekebalan populasi terhadap varian infeksi.
Data resmi pemerintah China mencatat, hanya ada 37 kematian terkait COVID-19 antara 7 Desember hingga 8 Januari. Akan tetapi, foto dan video di rumah duka dan pemakaman yang dibagikan di media sosial menunjukkan bahwa jumlah sebenarnya lebih tinggi.
Sejak awal pandemi, Beijing telah dituduh menyembunyikan angka COVID-19 yang sebenarnya, terutama karena tetangganya Hong Kong, yang juga menerapkan kebijakan nol-COVID, mencatat sekitar 1,5% orang dewasa berusia 80 tahun ke atas meninggal akibat penyakit tersebut pada akhir gelombang infeksi kelima.
Baca Juga: Warga China Resah Terhadap Potensi Lonjakan COVID Saat Tahun Baru Imlek
Hong Kong dan China daratan sama-sama berjuang dalam melakukan vaksinasi populasi lansia, dan infeksi Hong Kong melonjak pada awal 2022 setelah wabah varian Omicron.
Meskipun peningkatan kematian secara keseluruhan di negara tersebut selama musim dingin bukanlah hal yang aneh, lebih dari 30 gambar yang diperoleh Time dari perusahaan teknologi luar angkasa Maxar menawarkan wawasan tentang situasi unik saat ini melalui perbandingan sejarah.
Peningkatan lalu lintas pejalan kaki di krematorium dan rumah duka musim dingin ini dapat dilihat, dibandingkan dengan foto-foto dari periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya.
China — yang pernah disebut-sebut sebagai negara dengan jumlah kematian terkait COVID terendah di dunia, yang dikaitkan oleh Partai Komunis dengan penegakan pengujian, karantina, dan penguncian yang berkepanjangan di bawah pendekatan "nol-COVID" —sekarang menghadapi kritik dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) karena diduga tidak memberikan pelaporan jumlah kematian yang akurat hingga saat ini.
Jean-Pierre Cabestan, pakar China dan profesor emeritus di Hong Kong Baptist University, mengatakan kepada TIME bahwa citra satelit menunjukkan bahwa jumlah kematian jauh lebih tinggi daripada yang dikatakan pihak berwenang.
Baca Juga: WHO: Dunia Tidak Bisa Menutup Mata dan Berharap Covid-19 akan Hilang
Apa yang ditunjukkan oleh citra satelit?
Jepretan dari Rumah Duka Distrik Tongzhou di ibu kota Beijing menunjukkan, adanya pembuatan tempat parkir baru pada 24 Desember 2022, di mana lusinan kendaraan digambarkan terparkir di sana. Tempat parkir tersebut tidak ada dalam gambar atau imej yang diambil kurang dari tiga minggu sebelumnya.
Mengapa China tidak merilis angka kematian COVID-19 yang jelas?
China belum memperbarui laporan COVID-19 hariannya selama tiga hari. Hal ini menimbulkan keraguan atas transparansi negara tersebut pada situasi kesehatan masyarakat.
Menurut surat kabar China Daily yang dikelola pemerintah, pejabat kesehatan senior China pada hari Rabu mengklaim masih terlalu dini untuk penghitungan kematian dan infeksi COVID-19 yang akurat. China juga hanya menghitung kematian akibat pneumonia dan gagal napas sebagai kematian terkait COVID. Sementara, pemerintah lain menggunakan metrik yang berbeda.
Wu Zunyou, kepala ahli epidemiologi di Pusat Pengendalian Penyakit China, mengatakan pihaknya berencana untuk merilis data kematian terbaru untuk menghilangkan kekhawatiran atas kebenaran statistik mereka. Tidak ada tanggal yang ditetapkan kapan data ini akan tersedia.
Baca Juga: WHO Cemaskan Merebaknya Covid-19 pada Perayaan Imlek di China
Cabestan, profesor emeritus, mengatakan kurangnya informasi yang kredibel tentang situasi COVID-19 China dapat merusak kepercayaan orang pada pihak berwenang.
“Seluruh pemadaman informasi ini menjadi bumerang bagi pemerintah,” katanya kepada Time.
Tetapi China kemungkinan tidak akan transparan dengan angka-angka dalam waktu dekat. Menurut Cabestan, pemerintah China kemungkinan percaya bahwa diam akan melindungi citranya. Bahkan ketika rumah duka mengalami permintaan yang tinggi, sebagian besar warga akan fokus untuk kembali ke kehidupan normal dan akan melupakan kebijakan pemerintah tersebut.
“Ini keputusan politik,” kata Cabestan.
Kekhawatiran WHO
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, pihaknya tengah bekerja sama dengan China untuk mengelola risiko Covid-19 yang melonjak lagi terkait perayaan Tahun Baru Imlek. Pada masa perayaan ini, banyak warga China yang akan melakukan perjalanan. Akan tetapi, tanggapan negara itu terus ditantang oleh kurangnya data.
Mengutip Reuters, Covid-19 menyebar tanpa terkendali di China setelah negara itu mencabut kebijakan nol-Covid pada bulan Desember.
Namun WHO mengatakan masih belum memiliki cukup informasi dari China untuk membuat penilaian penuh tentang bahaya lonjakan tersebut.
Hal tersebut juga menjadi masalah dalam bekerja sama dengan China tentang cara mengurangi risiko perjalanan menjelang libur umum Tahun Baru Imlek, yang secara resmi berlangsung mulai 21 Januari.
Sebelum pandemi, masa liburan itu dikenal sebagai migrasi tahunan terbesar di dunia.
Baca Juga: Balas Jepang dan Korea Selatan, China Tangguhkan Penerbitan Visa
“Kami telah bekerja dengan rekan-rekan China kami,” kata Abdi Rahman Mahamud, direktur departemen koordinasi kesiagaan dan respons WHO.
Dia mengatakan bahwa China memiliki sejumlah strategi seputar orang-orang yang bepergian dari daerah berisiko tinggi ke daerah berisiko rendah, serta di sekitar pengujian dan klinik.
“Tapi untuk memahami lebih baik, kami membutuhkan data itu,” tambahnya.
WHO juga mengatakan data China tentang angka kematian akibat Covid-19 masih sangat minim, meskipun sekarang memberikan lebih banyak informasi tentang wabahnya.