Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Dalam sambutannya, Harris mengutip perang Ukraina sebagai "biadab dan tidak manusiawi" berdasarkan data sejumlah korban yang ditemukan di Bucha tak lama setelah invasi Rusia Februari lalu; pengeboman 9 Maret di rumah sakit bersalin Mariupol, yang menewaskan tiga orang, termasuk seorang anak; dan serangan seksual terhadap seorang anak berusia empat tahun oleh seorang tentara Rusia yang diidentifikasi oleh laporan PBB.
Menurut pemerintah AS, organisasi yang didukung oleh Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) telah mendokumentasikan lebih dari 30.000 insiden kejahatan perang sejak invasi. Pejabat Ukraina mengatakan mereka sedang menyelidiki penembakan di kota Bakhmut minggu ini sebagai kemungkinan kejahatan perang.
Rusia, yang mengatakan sedang melakukan "operasi militer khusus" di Ukraina untuk menghilangkan ancaman terhadap keamanannya dan melindungi penutur bahasa Rusia, membantah sengaja menargetkan warga sipil atau melakukan kejahatan perang.
"Mari kita semua setuju: atas nama semua korban, baik yang dikenal maupun tidak, keadilan harus ditegakkan," kata Harris.
Baca Juga: Suram, Para Ahli Meramal Perang Ukraina Bakal Berlangsung Tidak Terbatas
Pemerintahan Biden telah berusaha untuk membawa tersangka penjahat perang ke pengadilan, termasuk melatih penyelidik Ukraina, menjatuhkan sanksi, memblokir visa, dan menaikkan hukuman berdasarkan undang-undang kejahatan perang AS.
Washington telah menghabiskan dana sekitar US$ 40 juta untuk upaya tersebut sejauh ini dan mengatakan sedang bekerja dengan Kongres untuk mendapatkan tambahan dana sebesar US$ 38 juta untuk upaya tersebut.
Tetapi kemampuan pemerintahan Biden untuk menegakkan upaya semacam itu di luar batas kemampuannya. Mengumpulkan bukti di negara yang dilanda perang juga terbukti sulit.
"Jika Putin mengira dia bisa menunggu kita, dia salah besar," kata Harris. "Waktu tidak berpihak padanya."