Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Amerika Serikat (AS) sedang memperbanyak dan memproduksi senjata antikapal yang lebih murah dan mudah dibawa untuk menghadapi ancaman dari China di kawasan Indo-Pasifik.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi militer AS yang terinspirasi dari invasi Rusia ke Ukraina, yang memprioritaskan "massa yang terjangkau" yakni memiliki banyak senjata murah yang siap digunakan.
Menurut Euan Graham, analis di Australian Strategic Policy Institute, strategi ini merupakan tanggapan alami terhadap persenjataan China, termasuk kapal dan rudal balistik konvensional yang dirancang untuk menyerang kapal musuh.
Baca Juga: China-Taiwan Tegang, Jerman Kirim Dua Kapal Perang ke Indo-Pasifik
Salah satu inovasi terbaru AS adalah QUICKSINK, bom murah yang dilengkapi perangkat pemandu GPS dan pelacak objek bergerak. Bulan lalu, Angkatan Udara AS menguji QUICKSINK menggunakan pesawat pengebom siluman B-2 di Teluk Meksiko untuk menghancurkan kapal target.
Meskipun China masih memiliki keunggulan dalam jumlah rudal antikapal, produksi QUICKSINK diharapkan dapat mempersempit kesenjangan ini. Dengan lebih dari 370 kapal perang Tiongkok yang berisiko selama konflik, AS memperkirakan bahwa peningkatan senjata murah seperti QUICKSINK akan mengubah dinamika perang di kawasan tersebut.
QUICKSINK, yang dikembangkan oleh Boeing dengan pelacak dari BAE Systems, masih dalam tahap pengembangan. Senjata ini memanfaatkan perlengkapan tail kit Joint Direct Attack Munition (JDAM), yang mampu mengubah bom konvensional menjadi bom berpemandu yang presisi. Militer AS berencana untuk memproduksi ribuan senjata ini di masa depan.
Baca Juga: Negara-negara Indo-Pasifik Berbonodong-Bondong Bergabung ke KTT NATO, Ada Apa?
Selain QUICKSINK, AS juga mengembangkan berbagai macam senjata antikapal di Asia. Pada April lalu, Angkatan Darat AS mengerahkan baterai rudal Typhon ke Filipina selama latihan militer. Rudal Typhon, yang dapat menembakkan rudal SM-6 dan Tomahawk, dikembangkan dari komponen yang sudah ada sehingga lebih murah dan mudah diproduksi.
Meskipun jumlah pasti persenjataan yang akan dikerahkan di Indo-Pasifik masih dirahasiakan, dokumen pemerintah AS menunjukkan rencana pembelian lebih dari 800 rudal SM-6 dalam lima tahun mendatang, serta ribuan rudal Tomahawk dan JDAM.
Langkah ini diambil untuk menghadapi strategi China yang bertujuan membatasi pergerakan angkatan laut AS di Pasifik Barat. Penempatan senjata antikapal di Filipina, misalnya, akan memungkinkan senjata-senjata tersebut berada dalam jangkauan Laut Cina Selatan, wilayah yang diklaim oleh Tiongkok namun juga diperebutkan oleh beberapa negara Asia Tenggara.
Baca Juga: Ecocare Indo Pasifik (HYGN) Turut Membidik Bisnis Higienitas di IKN
Analis militer, Collin Koh dari Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam di Singapura, menyatakan bahwa dengan senjata murah seperti QUICKSINK, AS bisa menyamakan kedudukan dalam persaingan militer dengan Tiongkok.
Koh menambahkan bahwa kasus serupa dapat dilihat dalam konflik di Laut Merah, di mana senjata murah berhasil mengimbangi pertahanan yang mahal.