Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - YANGON. Utusan PBB untuk kembali mendesak junta Myanmar untuk membebaskan seluruh tahanan politik dan segera bergabung dalam pembahasan konsensus regional untuk menghentikan kekacauan akibat kudeta.
Pada bulan April lalu, 10 negara ASEAN termasuk Myanmar telah melahirkan lima poin kesepakatan yang menyerukan diakhirinya kekerasan, pembicaraan politik dan penunjukan utusan khusus regional.
Sekretaris Jenderal ASEAN Lim Jock Hoi dan Erywan Pehin Yusof, menteri luar negeri kedua Brunei yang menjadi pemimpin ASEAN periode ini, mengunjungi Myanmar pada hari Jumat (4/6) dan menyerahkan nama-nama calon yang diusulkan oleh negara-negara anggota ASEAN kepada junta.
Dilansir dari Reuters, pernyataan ASEAN tertanggal 5 Juni mengatakan tujuan kunjungan itu adalah untuk membahas bagaimana Myanmar akan mencapai solusi damai untuk kepentingan rakyatnya dengan menerapkan lima poin yang telah disepakati sebelumnya.
Utusan ASEAN yang datang ke Myanmar juga menyerukan pembebasan semua tahanan politik, termasuk perempuan dan anak-anak dan orang asing. Permintaan tersebut tidak berdasarkan konsensus tetapi didukung oleh banyak anggota ASEAN.
Baca Juga: Kurang dukungan, PBB tunda pemungutan suara terkait embargo senjata ke Myanmar
Mengambil alih kekuasaan sejak 1 Februari 2021, junta telah gagal untuk memaksakan kontrol atas negara secara utuh. Keadaan justru memburuk dengan serangkaian unjuk rasa yang terjadi.
Pemimpin terpilih, Aug San Suu Kyi, termasuk di antara lebih dari 4.500 orang yang ditahan sejak kudeta. Setidaknya 849 orang telah tewas dalam serangkaian bentrokan antara pengunjuk rasa dan pihak keamanan.
Krisis politik Myanmar ini kemungkinan besar juga akan menjadi salah satu agenda pembahasan dalam pertemuan khusus menteri luar negeri ASEAN-China di Chongqing pekan ini. Menariknya, menteri luar negeri junta Myanmar juga dikabarkan akan hadir.
Global Times mengabarkan bahwa pemimpin junta mengatakan Myanmar bersedia mengoordinasikan pelaksanaan konsensus. Duta besar China di Myanmar juga menyatakan kesediaannya untuk mendukung pelaksanaan konsensus.
China, bersama Rusia, sejauh ini jadi dua negara yang berdiri bersama junta militer Myanmar. Dua negara dengan hak veto di PBB ini juga yang menolak memberikan label "kudeta" pada krisis politik di Myanmar.
Oleh sebab itu, pernyataan Dewan Keamanan PBB sejauh ini dianggap kurang tegas karena hanya berisi keprihatinaan dan permintaan agar tingkat kekerasan di Myanmar dikurangi, tanpa adanya kecaman terhadap perilaku militer.