Sumber: Bloomberg |
PERTH/MELBOURNE. Harga-harga komoditi telah meremuk sebesar 62% dari rekor tertinggi tahun lalu. Kemungkinan, komoditi dunia telah menyentuh level yang paling dasar seiring dengan perusahaan pertambangan mulai memangkas produksinya dan persediaan mulai menyusut. Hal ini ditegaskan oleh Colin Barnett, Premier of Western Australia.
"Ada sejumlah bukti bahwa volume kini mulai meningkat lagi dan harga komoditi mulai bergeser naik," tegas Barnett, dalam wawancaranya di Perth. Wilayah yang dipimpinnya memproduksi 15% dari nikel dan bijih besi dunia, plus 10% emas.
Australia bagian Barat mengekspor lebih dari separo hasil alamnya ke China. Asal tahu saja, pemerintah China telah menganggarkan 4 triliun yuan untuk menyokong permintaan baja dan bijih besi.
"China akan menggiring Australia Barat keluar dari resesi karena China membutuhkan sumber daya yang selama ini kami miliki," tegas Peter Kenyon, Professor of Economic Policy untuk Graduate School of Business, Curtin University.
Prediksi Barnett senada dengan hitungan investor Jim Rogers. Keduanya menegaskan bahwa pemangkasan kembali suplai akan membuat harga komoditi melonjak.
China yang membeli lebih dari 50% bijih besi Australia, telah memotong suku bunga acuannya sebanyak lima kali sejak Desember untuk mendorong gelindingan perekonomian di Negeri Tirai Bambu ini.
"Asia akan terus berkembang," kata Barnett yang pernah menjabat sebagai Menteri Energi Australia ini. Menurutnya, fundamental Asia tidaklah berubah karena resesi, dan perekonomian Australia Barat telah berjejalin dengan China.
Harga-harga raw material yang ditakar dengan Standard & Poors GSCI Index dari 24 jenis komoditi, telah terjungkal dari level tertingginya di bulan Juli lalu seiring dengan perekonomian global yang melambat. Kemerosotan ini telah menyambar perekonomian Australia Barat dengan BHP Billiton Ltd., ---perusahaan tambang terbesar di dunia --- menutup pertambangan nikel Ravensthorpe senilai US$ 2,2 miliar bulan lalu.
Rio Tinto Group, perusahaan pertambangan terbesar di dunia, juga menghentikan sejenak pertambangan bijih besinya sejak bulan Desember lalu dan mengurangi target produksinya sebesar 10% tahun lalu.
Australia bagian Barat menyumbang sepertiga dari total Australia untuk diekspor ke Jepang, dan lebih dari separonya ke Cghina. Menurut Barnett, keduanya merupakan konsumen andalan Australia.