Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - SYDNEY – Pemerintah Australia menyatakan siap mengalirkan investasi besar-besaran ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, melalui skema pendanaan infrastruktur senilai AU$ 2 miliar yang diumumkan Perdana Menteri Anthony Albanese dalam KTT ASEAN beberapa pekan lalu.
Matt Thistlethwaite MP, Assistant Minister for Foreign Affairs and Trade, yang juga Assistant Minister for Immigration menegaskan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi penerima investasi terbesar sangat terbuka, seiring menguatnya hubungan ekonomi dan pertahanan kedua negara.
Baca Juga: Pasar Tenaga Kerja Australia Bangkit, Pengangguran Terendah Sejak 2021
Thistlethwaite menyebut hubungan dagang Indonesia–Australia selama ini didominasi ekspor daging, gandum, serta arus pelajar Indonesia ke Australia. Namun pola tersebut kini mulai berubah.
“Presiden Prabowo Subianto dan PM Albanese minggu lalu telah mengumumkan kerja sama pertahanan baru. Ini memastikan kedua negara bekerja bersama menjaga keamanan dan kesejahteraan rakyatnya,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Senin (17/11).
Australia juga mencatat tingginya mobilitas warganya ke Indonesia, terutama Bali yang menjadi destinasi favorit turis Australia.
Evaluasi IA-CEPA Negosiasi Ulang
Memasuki usia lima tahun, perjanjian perdagangan Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) kini masuk fase peninjauan.
“Kami akan melihat apa yang sudah berjalan sesuai rencana dan apa yang perlu ditingkatkan. Review seperti ini memang ada dalam hampir setiap perjanjian dagang,” katanya.
Salah satu fokus utama Australia adalah memperdalam kerja sama sektor masa depan: mineral kritis, teknologi kecerdasan buatan (AI), energi terbarukan, dan manufaktur berkelanjutan.
Baca Juga: Menilik Prospek Tas Branded sebagai Aset Investasi Alternatif
Thistlethwaite menyebut saat ini Australia memiliki dana pensiun jumbo senilai AU$ 4 triliun yang selama ini ditempatkan di pasar Amerika Utara dan Eropa. Namun pemerintahan PM Albanese menggeser strategi investasi menuju Asia Tenggara.
“Kami melihat pertumbuhan penduduk Indonesia yang cepat, kelas menengah yang berkembang, stabilitas politik, dan kebutuhan besar terhadap infrastruktur. Faktor ini menurunkan risiko investasi,” jelas Thistlethwaite.
Dana pensiun Australia sebelumnya telah mendanai proyek rel kereta api, dan kini sedang mengincar proyek besar di Jakarta, Kuala Lumpur, dan Singapura.
Peluang di Energi Terbarukan dan Mineral
Australia menilai Indonesia memiliki posisi strategis dalam rantai pasok energi masa depan.
Thistlethwaite mengklaim, saat ini, 80% teknologi panel surya dunia berasal dari inovasi Universitas New South Wales (UNSW).
Di sisi lain program green energy fund mendorong kolaborasi pembangunan energi bersih di negara berkembang.
"Australia dan Indonesia sama-sama memiliki cadangan critical minerals yang penting untuk baterai EV dan industri teknologi," kata Thistlethwaite.
Di saat yang sama, Australia menawarkan kebijakan Future Made in Australia—yang mengundang industri global membangun fasilitas hilirisasi di Australia. Kebijakan ini menurut Thistlethwaite dapat dikerjakan bersama Indonesia.
Baca Juga: Siap-Siap! Saham IPO CDIA & COIN Bisa Dibeli Langsung Di BEI Hari Ini
Australia menjadikan hubungan dengan Indonesia sebagai prioritas utama.
“Ada dua area besar yang ingin kami tingkatkan: perdagangan dan peluang investasi baru,” tegasnya.
Business Champion Australia yang baru kembali dari Indonesia juga disebut telah melihat langsung potensi pertumbuhan ekonomi yang sangat besar, terutama pada sektor infrastruktur.
Dengan stabilitas politik, populasi besar, dan kebutuhan masif terhadap infrastruktur—mulai dari jalan, pelabuhan, hingga energi—Indonesia dinilai menjadi kandidat terkuat penerima investasi AU$ 2 miliar itu.
Jika dikelola dengan baik, kolaborasi strategis ini berpotensi membuka babak baru hubungan Indonesia–Australia, bukan hanya sebagai mitra dagang tradisional, tetapi sebagai mitra pembangunan ekonomi dan teknologi masa depan Asia Pasifik.













