Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
NEW YORK. The Federal Reserve kemarin (18/12) memutuskan untuk memangkas nilai stimulus mereka menjadi US$ 75 miliar dari sebelumnya US$ 85 miliar. Pertanyaannya sekarang, apakah investor harus menghadapi lagi eksodus dana asing dari emerging market?
Berdasarkan penuturan sejumlah strategist, negara-negara yang mengalami defisit neraca perdagangan yang cukup besar seperti India dan Indonesia masih berada dalam posisi yang rentan.
"Dalam pandangan kami, masih ada risiko yang belum dapat dihilangkan. Kami memprediksi, kebijakan tapering akan berdampak pada negara-negara yang mengalami defisit besar," jelas Manpreet Gill, head of fixed income currencies and commodities (FICC) investment strategy Standard Chartered.
Dia menambahkan, reaksi pasar pada hari ini merupakan indikator yang bagus untuk melihat pasar mana yang patut dicemaskan. "Kami sendiri akan memperhatikan pergerakan mata uang seperti lira Turki dan rupiah Indonesia," tambah Gill.
Tai Hui, chief market strategist Asia JPMorgan Funds juga berpendapat sama. "Saya rasa outflow dana asing tidak akan terlalu buruk. Namun, diferensiasi di antara emerging market akan sangat kritis," jelas Hui.
Hui menilai, risiko outflow dana asing lebih terlihat di pasar obligasi emerging market dibanding pasar saham. Pasalnya, pasar obligasi mendapatkan keuntungan yang cukup besar dari inflow dana asing seiring diberlakukannya kebijakan pelonggaran moneter dalam empat tahun terakhir.
Ambil contoh, sejumlah indeks acuan Asia pada hari ini mencatatkan pergerakan positif pasca pengumuman stimulus the Fed. Indeks Kospi Korea Selatan, misalnya, naik 0,7% pada siang ini. Sedangkan Kuala Lumpur Composite Index naik 0,2%.
Di sisi lain, mata uang emerging market tampak terpukul. Rupiah menyentuh level terlemahnya dalam lima tahun terakhir dan peso Filipina melemah ke level terendah dalam tiga bulan terakhir.
Boris Schlossberg, manager director BK Asset Management berpendapat berbeda. Dia menilai, tapering yang dilakukan the Fed merefleksikan tingkat kepercayaan the Fed terhadap perekonomian AS. Kondisi ini bisa menjadi hal yang positif bagi mata uang emerging market.
"Mata uang emerging market merupakan salah satu pendorong pertumbuhan. Sehingga, jika ekonomi AS bertindak sebagai lokomotif bagi perekonomian global di 2014, maka, hal itu relatif sehat bagi mata uang emerging market," papar Schlossberg.