Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank-bank sentral dunia memborong 166 ton emas pada kuartal kedua 2025, jumlah tersebut naik 41% dibanding rata-rata kuartalan.
Lonjakan ini dipandang sebagai sinyal kuat percepatan dedolarisasi, seiring negara-negara BRICS memperkuat kemandirian finansial dan menyiapkan peluncuran mata uang baru pada 2026.
Mengutip Idn Financial, Senin (18/8/2025), menurut Dewan Emas Dunia, akumulasi emas bank sentral kini mencapai tingkat tertinggi sepanjang sejarah. Tidak seperti permintaan ritel yang mudah terpengaruh fluktuasi harga, pembelian emas oleh institusi bersifat lebih stabil.
Baca Juga: Bank Sentral Indonesia, Malaysia dan Thailand Perluas Kerjasama Mata Uang Lokal
Gelombang pembelian terbaru dipimpin oleh China, Turki, India, dan Rusia. Total cadangan emas bank sentral global telah menembus 36.000 ton, menandai pergeseran struktural seiring berkurangnya kepemilikan dolar di negara-negara BRICS.
CEO Perseus Mining, Jeff Quartermaine, menilai emas bukan hanya instrumen lindung nilai, tetapi juga bentuk asuransi terhadap kerentanan sistem moneter global.
Sementara itu, CEO Serabi Gold, Mike Hodgson, menyebut tren ini memberi keuntungan signifikan bagi produsen emas di BRICS.
“Kami menikmati nilai tukar yang sangat menguntungkan. Semua kebutuhan bisa kami danai dari arus kas, tanpa perlu mengurangi ekuitas pemegang saham,” ujar Hodgson.
Quartermaine menambahkan, kinerja perusahaannya juga selaras dengan tren akumulasi emas bank sentral. “Produksi kami mencapai 496.000 ons, lebih baik dari perkiraan pasar meski ada kenaikan biaya.”
Baca Juga: Intip Sejarah Poundsterling Inggris Raya, Mata Uang Tertua di Dunia
Di sisi lain, persiapan peluncuran mata uang BRICS semakin konkret setelah KTT BRICS ke-17 di Brasil, Juli 2025.
Negara anggota sepakat membangun infrastruktur pembayaran digital, memperluas perdagangan dengan mata uang lokal, dan mempererat perjanjian bilateral.
Dengan ekspansi menjadi BRICS-10, blok ini kini mewakili 46% populasi dunia dan 37% PDB global.
Baca Juga: Menakar Peluang dari Mata Uang Utama Dunia
Posisi tersebut memperkuat kapasitas BRICS untuk membangun sistem keuangan alternatif di luar SWIFT sekaligus menegaskan pergeseran global menuju era pasca-dolar.