Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - BRUSSELS. Wakil Perdana Menteri Belgia Petra De Sutter menyerukan untuk menerapkan sanksi terhadap Israel dan menyelidiki pengeboman rumah sakit dan kamp-kamp pengungsi di Gaza.
"Sudah waktunya untuk memberikan sanksi terhadap Israel. Hujan bom ini tidak berperikemanusiaan," kata wakil perdana menteri Petra De Sutter kepada surat kabar Nieuwsblad pada Rabu (8/11).
Baca Juga: Perang Lawan Hamas, Defisit Anggaran Israel pada Oktober Membengkak
"Jelas bahwa Israel tidak peduli dengan tuntutan internasional untuk melakukan gencatan senjata," katanya.
Israel menyerang Gaza sebagai tanggapan atas serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktobe yang menewaskan 1.400 orang, sebagian besar warga sipil, dan menyandera sekitar 240 orang, menurut perhitungan Israel.
Perang ini telah menjadi episode paling berdarah dalam konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa generasi.
De Sutter mengatakan bahwa Uni Eropa harus segera menangguhkan perjanjian asosiasinya dengan Israel, yang bertujuan untuk kerja sama ekonomi dan politik yang lebih baik.
Ia juga mengatakan, larangan impor produk dari wilayah Palestina yang diduduki harus diterapkan dan para pemukim yang melakukan kekerasan, politisi, tentara yang bertanggung jawab atas kejahatan perang harus dilarang memasuki Uni Eropa.
Pada saat yang sama, katanya, Belgia harus meningkatkan pendanaan untuk Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag untuk menyelidiki pengeboman sambil memotong aliran uang ke Hamas.
Baca Juga: Nakba Jadi Alasan Utama Warga Palestina Tak Hengkang dari Gaza, Apa Itu?
"Ini adalah organisasi teroris. Teror membutuhkan biaya dan harus ada sanksi terhadap perusahaan dan orang-orang yang memberikan uang kepada Hamas," kata De Sutter.
Dengan perang yang kini memasuki bulan kedua, para pejabat PBB dan negara-negara G7 meningkatkan seruan untuk jeda kemanusiaan untuk membantu meringankan penderitaan di Gaza.
Di mana gedung-gedung telah diratakan dan persediaan bahan makanan semakin menipis. Para pejabat Palestina mengatakan, lebih dari 10.000 orang telah terbunuh, 40% di antaranya adalah anak-anak.