Sumber: CNBC,New York Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Penasihat ekonomi Trump tidak melihat kemungkinan terjadinya resesi Amerika dalam waktu dekat. Namun, ada satu hal yang mereka cemaskan. Yakni, laporan data ekonomi AS yang muram dan munculnya sinyal-sinyal peringatan resesi dapat mengubah kecemasan menjadi kenyataan.
Dalam sebuah interview dengan New York Times pada Kamis pekan lalu. Penasihat Ekonomi Donald Trump Tomas Philipson, mengatakan kepada reporter siapun pihak-pihak yang memunculkan peringatan mengenai tanda-tanda resesi di pasar obligasi pada bulan lalu adalah mereka yang ingin warga Amerika kehilangan lapangan pekerjaan dan tidak bisa mandiri.
Baca Juga: Indeks manufaktur AS terkontraksi, Wall Street rontok
"Sebagai warga Amerika, Anda seharusnya tidak menginginkan adanya resesi, bagaimana pun pandangan politik Anda," kata Philipson.
New York Times juga menulis, kian memanasnya perang dagang merupakan salah satu alasan mengapa investor, ekonom, dan publik AS sangat cemas akan kemungkinan terjadinya resesi. Adanya aksi balas membalas kenaikan tarif antara AS dan China menyebabkan tingkat investasi dan tingkat kepercayaan bisnis di Amerika melorot. Selain itu, pertumbuhan ekonomi global juga melambat.
Meskipun demikian, warga Amerika tetap berbelanja dan terus mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Data Departemen Perdagangan AS menunjukkan, anggaran belanja konsumen AS naik 4,7% secara tahunan di musim semi. Ini merupakan kenaikan kuartalan tercepat dalam hampir lima tahun terakhir.
Baca Juga: Penasihat Beijing: China sudah melakukan berbagai cara, kini semua terserah Trump
Namun, ada satu tolak ukur dari sentimen konsumen yang mengalami penurunan terbesar sejak 2012. Data yang dirilis Jumat menunjukkan, hal yang menjadi kecemasan konsumen Amerika adalah tarif impor atau perang dagang.
Hal inilah yang ingin dibenahi pemerintah AS saat ini. Untuk meningkatkan kembali tingkat kepercayaan konsumen, pemerintah AS kerap menyalahkan media, Demokrat dan The Fed sebagai pemicu perlambatan ekonomi. Trump, misalnya, menuding The Fed menetapkan suku bunga acuan terlalu tinggi sehingga daya saing perusahaan AS rendah dibanding negara lain.
Baca Juga: Perang dagang makin sulit ditebak ujungnya
Selain itu, "Cara media melaporkan bagaimana kondisi ekonomi AS menekan sentimen konsumen, yang pada akhirnya mempengaruhi daya beli dan investasi konsumen," jelas Philipson kepada New York Times.