Sumber: Al Jazeera | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - GAZA. Blokade ketat Israel di Gaza telah mengakibatkan sumber air penduduk Palestina tercemar. PBB mencatat, 97% air yang tersedia di kawasan tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Krisis air bersih di Jalur Gaza dirasakan oleh setidaknya 2 juta penduduk Palestina yang tinggal di kawasan tersebut.
Saat ini mayoritas penduduk Gaza harus membeli air bersih dari pihak swasta karena air keran yang tersedia kerap tidak berfungsi akibat pemadaman listrik. Tidak hanya itu, air yang keluar umumnya terlalu asin untuk dikonsumsi.
Pedagang swasta di Gaza kini berupaya menghilangkan kadar garam pada air dan menjualnya kepada penduduk. Air dijual dengan harga rata-rata 30 shekel atau US$ 7 per 1.000 liter.
Baca Juga: Misi AS buka kembali konsulat di Yerusalem untuk jangkau Palestina ditentang Israel
Pada sesi ke-48 Dewan Hak Asasi Manusia PBB (UNHRC), Senin (11/10), Institut Global untuk Air, Lingkungan dan Kesehatan dan Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania mengatakan, air di Gaza tidak dapat diminum dan secara perlahan akan meracuni penduduk.
Blokade jangka panjang oleh Israel dianggap jadi salah satu faktor pendorong meluasnya pencemaran air di Gaza.
"Blokade Israel telah menyebabkan 97% air terkontaminasi. Penduduk daerah kantong dipaksa menyaksikan anak-anak dan orang-orang terkasih mereka keracunan secara perlahan," bunyi pernyataan bersama PBB, seperti dikutip Al Jazeera.
Krisis listrik yang parah juga menghambat kerja pompa air dan pabrik pengolahan limbah. Akibatnya, sekitar 80% limbah Gaza yang tidak diolah kini dibuang begitu saja ke laut. Sementara 20% lainnya terserap begitu saja ke bawah tanah.
Menyebabkan penyakit dan kematian
Muhammed Shehada, Kepala Komunikasi Euro-Med Monitor, mengatakan, sekitar seperempat penyebaran penyakit di Gaza disebabkan oleh polusi air. Bahkan, 12% kematian anak kecil, yang terkait dengan infeksi usus, berhubungan erat dengan air yang terkontaminasi.
Dalam pidatonya di hadapan UNHRC, Shehada mengungkapkan, perang 11 hari pada Mei 2021 lalu telah sangat memengaruhi infrastruktur air dasar dan memperburuk krisis di daerah kantong yang terkepung.
Baca Juga: Parlemen AS sepakat kucurkan dana US$1 miliar untuk mengisi ulang Iron Dome Israel
Pernyataan tersebut didukung oleh data otoritas Kota Gaza yang menyebutkan, 290 fasilitas pasokan air, termasuk satu-satunya pabrik desalinasi di Gaza utara, rusak selama konflik tersebut. Jaringan pembuangan limbah juga hancur dan menyebabkan jalanan dibanjiri oleh air kotor.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, tingkat keasinan dan nitrat air pada air tanah Gaza berada jauh dari standar kelayakan konsumsi. WHO juga mencatat, 50% anak-anak di Gaza menderita infeksi yang berhubungan dengan air.
Kepada Al Jazeera, pakar air Gaza, Ramzy Ahel, menyebutkan, situasi di Gaza saat ini setara dengan bencana. Ahel mengutip kembali pembicaraan tentang krisis air Gaza oleh PBB tahun 2012, di mana Gaza akan menjadi tempat yang tidak layak huni pada 2020.
"Sekarang, sembilan tahun kemudian, angka dan statistik menunjukkan fakta mengerikan tentang situasi air di Jalur Gaza," kata Ahel.
Pembangunan pabrik desalinasi untuk mengurangi kadar keasinan air telah terhambat selama bertahun-tahun karena blokade ketat oleh Israel. Ahel juga menuduh Israel membuang air limbah ke Gaza. Krisis listrik yang berkelanjutan juga memperburuk keadaan.