Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Sebuah serangan bom bunuh diri kembar di Kabul yang diklaim oleh Islamic State (ISIS) menewaskan 12 tentara Amerika Serikat dan melukai 15 lainnya pada Kamis (26/8). Seorang jenderal tinggi AS menambahkan, pasukan AS mengantisipasi lebih banyak serangan bahkan ketika evakuasi berlanjut dari Afghanistan.
Mengutip Reuters, Jumat (27/8), serangan ini menandai korban militer AS pertama di Afghanistan sejak Februari 2020 dan merupakan insiden paling mematikan bagi pasukan Amerika di Afghanistan dalam satu dekade.
Setidaknya dua ledakan menghancurkan kerumunan yang memadati gerbang Bandara Internasiona Hamid Karzai untuk meninggalkan Afghanistan sejak Taliban merebut kekuasaan hampir dua pekan lalu. Orang-orang berbondong-bondong meninggalkan Afghanistan menjelang tenggat waktu penarikan pasukan AS setelah dua dekade oleh Presiden AS Joe Biden pada 31 Agustus.
Dalam sebuah pernyataan, ISIS mengaku bertanggung jawab dan mengatakan salah satu pelaku bom bunuh diri menargetkan "penerjemah dan kolaborator dengan tentara Amerika."
Baca Juga: AS berjanji menekan Taliban untuk mengizinkan evakuasi warga melewati 31 Agustus 2021
Jenderal Korps Marinir Frank McKenzie, kepala Komando Pusat militer AS, mengatakan dalam jumpa pers bahwa ledakan itu diikuti dengan baku tembak. McKenzie mengatakan ancaman dari ISIS tetap ada di samping "aliran ancaman aktif lainnya."
"Kami percaya itu adalah keinginan mereka untuk melanjutkan serangan ini dan kami berharap serangan itu berlanjut - dan kami melakukan segala yang kami bisa untuk bersiap," kata McKenzie.
McKenzie menambahkan, potensi serangan di masa depan dapat mencakup roket yang ditembakkan ke bandara atau bom mobil yang mencoba masuk. McKenzie mengatakan dia tidak melihat apa pun yang akan meyakinkannya bahwa pasukan Taliban telah membiarkan serangan itu terjadi.
Para pejabat AS mengatakan satu bom diledakkan di dekat Gerbang Biara bandara dan yang lainnya dekat dengan Hotel Baron di dekatnya.
Berkejaran dengan waktu
Sebuah pengangkutan udara besar-besaran dari AS dan warga negara asing lainnya dan keluarga mereka serta beberapa warga Afghanistan telah berlangsung sejak sehari sebelum pasukan Taliban merebut Kabul pada 15 Agustus, membatasi kemajuan cepat di seluruh negeri ketika pasukan Amerika dan sekutu mundur.
Amerika Serikat telah berlomba untuk melakukan pengangkutan udara sebelum militernya akan ditarik sepenuhnya dari negara itu pada 31 Agustus. McKenzie mengatakan misi evakuasi tidak akan berhenti.
"Saya pikir kami dapat melanjutkan misi kami, bahkan ketika kami menerima serangan seperti ini," kata McKenzie, menambahkan bahwa pasukan AS akan "mengejar" para pelaku serangan hari Kamis.
McKenzie mengatakan ada sekitar 1.000 warga AS yang diperkirakan masih berada di Afghanistan. Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan lebih dari dua pertiga orang Amerika ini telah menginformasikan bahwa mereka memutuskan untuk meninggalkan Afghanistan.
Baca Juga: Taliban: Sedikitnya 13 orang tewas dalam ledakan di luar Bandara Kabul
Militan Islam State telah muncul di Afghanistan sebagai musuh Barat dan Taliban. Sebuah invasi pimpinan AS tahun 2001 menggulingkan Taliban dari kekuasaan setelah kelompok itu menyembunyikan militan al Qaeda yang bertanggung jawab atas serangan 11 September di Amerika Serikat. Korban tewas militer AS dalam perang Afghanistan sejak 2001 mencapai sekitar 2.500.
Pejabat kesehatan Afghanistan dikutip mengatakan 60 warga sipil tewas, tetapi tidak jelas apakah itu adalah hitungan lengkap. Video yang diunggah wartawan Afghanistan menunjukkan puluhan mayat dan korban luka-luka berserakan di sekitar kanal di pinggir bandara.
Para pejabat AS mengatakan ada sekitar 5.200 tentara Amerika yang menjaga keamanan bandara. Serangan itu terjadi setelah Amerika Serikat dan sekutunya mendesak warga Afghanistan untuk meninggalkan daerah sekitar bandara karena ancaman ISIS.
Kedutaan Besar AS di Kabul sehari sebelumnya telah menyarankan warga Amerika untuk menghindari bepergian ke bandara dan mengatakan mereka yang sudah berada di gerbang harus segera pergi, dengan alasan "ancaman keamanan" yang tidak ditentukan.
Amerika Serikat dan sekutunya telah melakukan salah satu evakuasi udara terbesar dalam sejarah, membawa sekitar 95.700 orang, termasuk 13.400 pada hari Rabu, menurut Gedung Putih.