Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - SAO PAULO. Brasil mencatat 1.803 kematian baru akibat virus corona (Covid-19) pada hari Minggu (11/4). Di saat yang sama, hasil penelitian anyar menemukan bahwa vaksin asal China yang dikembangkan secara lokal di Brasil memiliki 50,7% efektif melawan varian baru yang mulai menyebar di dalam negeri yang dikenal sebagai P1.
Kementerian Kesehatan Brasil mengumumkan, dengan tambahan angka kematian baru maka Brasil telah mencatatkan lebih dari 353.000 kematian akibat Covid-19. Ini adalah jumlah terbesar di kawasan Amerika Latin dan kedua tertinggi di dunia, setelah Amerika Serikat (AS).
Di saat yang sama, Brasil juga mengumumkan ada 37.000 kasus Covid-19 baru. Wabah baru-baru ini mencapai fase paling parah karena kurangnya pembatasan dari pemerintah federal, peluncuran vaksin yang tidak merata, dan munculnya varian P1 yang lebih menular.
Institut biomedis Butantan Sao Paulo, yang menguji dan sekarang memproduksi vaksin CoronaVac yang dikembangkan oleh China Sinovac Biotech Ltd, mengatakan pada hari Minggu sebuah studi yang dilakukan menemukan suntikan dari vaksin itu memiliki tingkat kemanjuran 50,7% terhadap varian P1, dan jenis yang kurang dikenal luas sebagai P2.
Baca Juga: Virus Eek, varian corona yang masih mengancam orang sudah divaksin
Presiden Brasil Jair Bolsonaro, yang skeptis vaksin telah mendapat kecaman karena penanganannya terhadap wabah virus corona. Awalnya dia mengatakan pemerintahnya tidak akan membeli vaksin Sinovac, tetapi kemudian berbalik ketika pemerintahnya berjuang untuk mengamankan pasokan.
Sejak itu, vaksin Covid-19 asal China tersebut telah menjadi vaksin yang paling banyak digunakan di Brasil.
Butantan mengatakan, jika dosis kedua ditunda lebih dari dua minggu, kemanjuran dari vaksin Covid-19 ini meningkat menjadi 62,3%. Vaksin tersebut memiliki kemanjuran antara 83,7% dan 100% dalam mencegah mereka yang terinfeksi membutuhkan bantuan medis, kata perusahaan tersebut.
Penelitian yang telah dikirim ke jurnal medis The Lancet untuk dipublikasikan, menguji 12.400 sukarelawan di seluruh Brasil untuk mendapatkan hasil tersebut.