Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON/BRUSSELS. Rencana tarif besar-besaran Presiden Donald Trump kembali mengguncang pasar global pada Senin.
Trump menegaskan bahwa negara asing harus membayar “banyak uang” untuk menghapus tarif tersebut.
Sementara itu, saham AS yang sempat menguat akibat spekulasi jeda tarif kembali merosot setelah Gedung Putih membantah kabar tersebut.
Saham di Asia dan Eropa anjlok, disertai dengan penurunan harga minyak, akibat kekhawatiran bahwa tarif yang disebut Trump sebagai “obat untuk memperbaiki sesuatu” dapat memicu inflasi, melemahkan permintaan, dan meningkatkan risiko resesi global.
Baca Juga: Perdagangan 24 Jam di Bursa AS? Nasdaq Siap Eksekusi di 2026
Di pasar AS, saham awalnya jatuh tetapi kembali naik setelah penasihat Gedung Putih Kevin Hassett menyebutkan dalam wawancara dengan CNBC bahwa Trump mempertimbangkan jeda tarif 90 hari untuk semua negara kecuali China.
Namun, saham kembali merosot setelah Gedung Putih menyatakan bahwa kabar tersebut adalah “berita palsu.”
Uni Eropa, yang masih terbagi dalam menyusun respons terhadap kebijakan tarif AS, menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi namun juga siap membalas jika diperlukan.
Baca Juga: Bursa Asia Merosot pada Perdagangan Senin (11/11), Bitcoin Perpanjang Rekor
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan bahwa UE telah menawarkan tarif “nol-untuk-nol” kepada AS untuk barang-barang industri.
Kekhawatiran Resesi
Goldman Sachs meningkatkan proyeksi risiko resesi AS menjadi 45% dalam 12 bulan ke depan, sejalan dengan revisi perkiraan bank investasi lainnya.
Ekonom JPMorgan kini memperkirakan ekonomi AS mengalami kontraksi 0,3%, lebih buruk dari perkiraan sebelumnya yang menunjukkan pertumbuhan 1,3% pada produk domestik bruto (PDB).
“Kekhawatiran terbesar adalah apakah ini akan memicu kehancuran pasar,” ujar Robert Pavlik, manajer portofolio senior di Dakota Wealth Management. “Orang-orang takut resesi domestik yang berlanjut menjadi resesi global, bahkan mungkin depresi ekonomi.”
Baca Juga: Bursa Asia Bergerak Mixed Pada Senin (18/11) Pagi, Mayoritas Indeks Menguat
Meskipun pasar terguncang, Trump tetap mempertahankan kebijakan tarifnya. Ia mengecam China atas tarif balasan yang diberlakukan dan kembali mendesak Federal Reserve AS untuk menurunkan suku bunga.
“Amerika Serikat memiliki kesempatan untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan puluhan tahun lalu. Jangan lemah! Jangan bodoh!” tulis Trump di media sosial.
Dalam perjalanan pulang dari bermain golf di Florida, Trump juga menepis kekhawatiran investor atas dampak tarifnya terhadap pasar saham global.
“Saya tidak ingin ada yang turun. Namun, terkadang Anda harus minum obat untuk memperbaiki sesuatu,” katanya.
Respons Internasional
Sementara penasihat perdagangan Gedung Putih, Peter Navarro, menyebut spekulasi tentang resesi sebagai “konyol,” Hassett menyatakan bahwa Trump terus berdiskusi dengan para pemimpin dunia untuk mencari kesepakatan yang menguntungkan bagi industri dan petani AS.
“Trump menggandakan kebijakan yang ia yakini berhasil, tetapi ia juga siap mendengarkan mitra dagang jika ada tawaran kesepakatan yang benar-benar baik,” ujar Hassett dalam wawancara dengan Fox News.
Kebijakan tarif ini telah menuai kecaman dari berbagai negara dan memicu tarif balasan dari China, yang menyebut tindakan Trump sebagai bentuk “perundungan ekonomi.”
Saham di China daratan dan Hong Kong anjlok pada Senin, sementara dana kedaulatan China turun tangan untuk menstabilkan pasar. Saham di Taiwan juga mengalami penurunan hampir 10%, yang merupakan penurunan satu hari terbesar dalam sejarah.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat ke Rp 16.328 Per Dolar AS pada Selasa (21/1) Pagi
Di AS, peringatan atas dampak tarif juga disampaikan oleh pemimpin Wall Street.
CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memperingatkan dampak jangka panjang yang merugikan, sementara manajer dana Bill Ackman menyebut tarif ini berpotensi memicu “musim dingin nuklir ekonomi.”
Elon Musk turut angkat bicara dengan membagikan video ekonom Milton Friedman yang memuji perdagangan bebas.
Tarif: Taktik atau Rezim Baru?
Investor dan pemimpin dunia masih mempertanyakan apakah tarif Trump merupakan kebijakan permanen atau sekadar taktik negosiasi untuk memperoleh konsesi dari negara lain.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menegaskan kesiapan UE untuk bernegosiasi dengan AS.\
“Kami telah menawarkan tarif nol-untuk-nol untuk barang-barang industri, seperti yang telah berhasil kami terapkan dengan mitra dagang lainnya,” ujarnya.
Namun, beberapa negara Eropa khawatir bahwa respons terlalu keras dapat memicu pembalasan lebih lanjut dari AS, yang dapat berdampak buruk bagi eksportir Eropa, termasuk industri minuman Prancis dan Italia serta produsen mobil Jerman.
Baca Juga: Cek Proyeksi Bursa Asia untuk Selasa (28/1), Usai Ditutup Beragam
Dampak tarif ini telah dirasakan oleh perusahaan-perusahaan global. Volkswagen menahan pengiriman mobil ke pelabuhan-pelabuhan AS setelah tarif baru sebesar 25% diberlakukan, sementara pemasok suku cadang Howmet Aerospace mempertimbangkan penghentian beberapa pengiriman karena dampak tarif tersebut.
Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba, sekutu utama AS di Asia, melakukan panggilan telepon dengan Trump untuk mendorong perundingan dan berencana mengunjungi Washington dalam waktu dekat.
Investor kini memperkirakan meningkatnya risiko resesi dapat mendorong Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga, kemungkinan secepatnya pada bulan depan. Namun, Ketua Fed Jerome Powell hingga kini masih menegaskan bahwa ia tidak akan terburu-buru mengambil langkah tersebut.
Baca Juga: Bursa Asia Menguat pada Perdagangan Senin (2/12) Pagi
Di Asia, beberapa negara mulai mencari cara untuk menghindari dampak tarif. Presiden Taiwan Lai Ching-te menawarkan tarif nol sebagai dasar negosiasi dengan AS, sementara seorang pejabat pemerintah India menyatakan bahwa Delhi tidak berencana membalas tarif AS dengan langkah serupa.