Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pemerintah China mulai masuk untuk membeli saham di bank regional yang sedang berjuang dari China Evergrande Group karena berusaha membatasi penularan di sektor keuangan dari pengembang properti tersebut.
Mengutip Bloomberg, Evergrande sudah setuju untuk menjual 20% saham di Shengjing Bank Co. kepada pemerintah Shenyang sebesar 10 miliar yuan setara US$ 1,55 miliar. Namun, semua hasil penjualan tersebut harus digunakan untuk melunasi hutang terhadap bank yang selama ini sebagai pemberi pinjamannya.
Dalam hal ini, penjualan saham tersebut berarti tidak akan banyak membantu Evergrande membayar hutangnya yang besar kepada pemegang obligasi dan pembeli rumah.
Baca Juga: Dibanding Awal Tahun, Nilai IPO Global Selama Kuartal Ketiga Melandai
Penjualan tersebut menggambarkan bagaimana pihak berwenang mengambil langkah-langkah untuk meminimalkan dampak pada sistem perbankan dari memburuknya krisis likuiditas di Evergrande ketika mereka mencoba untuk menghindari bailout.
"Pihak berwenang, termasuk pemerintah daerah, akan mengambil langkah-langkah kebijakan dan mengambil peran koordinasi untuk memastikan bahwa resolusi Evergrande tidak menyebabkan ketidakstabilan sosial atau keuangan,” kata Nicholas Zhu, seorang analis senior di Moody’s Investors Service.
Evergrande akan menjual sekitar 1,75 miliar saham domestik non-publik di Shengjing Bank kepada Shenyang Shengjing Finance Investment Group Co. masing-masing 5,7 yuan. Saham Evergrande di bank tersebut akan turun menjadi 14,57% setelah transaksi terakhir, yang memerlukan persetujuan yang relevan.
Baca Juga: Akibat krisis listrik, aktivitas pabrik China anjlok
Sebelumnya, Evergrande juga telah mengumpulkan sekitar 1 miliar yuan dari penjualan saham Shengjing Bank di bulan Agustus lalu.Transaksi tersebut menggarisbawahi meningkatnya tekanan pada miliarder Hui Ka Yan untuk melakukan spin off dan menjual aset untuk membayar hutang yang menumpuk.
Sejatinya, 36% saham asli Evergrande di Shengjing Bank adalah salah satu aset keuangannya yang paling berharga, senilai sekitar US$ 2,8 miliar. Kepemilikan itu menjadi kurang menarik karena regulator memperketat pengawasan pada transaksi seperti pinjaman preferensial dan pembelian obligasi antara bank dan pemegang saham terbesar mereka.
Kabar transaksi ini membuat saham Evergrande naik 15% di Hong Kong, memangkas penurunan tahun ini menjadi sekitar 80%. Obligasi dolarnya yang jatuh tempo 2022 turun 1,3 sen dolar menjadi 24,9 sen, ditetapkan untuk rekor penutupan terendah baru, menurut harga yang dikompilasi Bloomberg.
Bank membukukan penurunan lebih dari 60% pada laba semester pertama karena penurunan pendapatan bunga bersih dan kerugian penurunan nilai aset yang lebih tinggi.
“Masalah likuiditas perusahaan telah mempengaruhi Bank Shengjing secara material,” kata Evergrande dalam sebuah pernyataan.
Saat ini, Evergrande menghadapi tekanan yang meningkat untuk membayar utangnya. Perusahaan telah tertinggal dalam pembayarannya kepada bank, pemasok, dan pemegang produk investasi dalam negeri dan tidak membuat pernyataan publik tentang kupon US$ 83,5 juta yang jatuh tempo pada 23 September yang beberapa pemegang mengatakan belum menerima dana.
Baca Juga: Hadapi krisis energi, China tingkatkan kontrak pasokan batubara
Fitch Ratings menurunkan peringkat kredit pengembang menjadi C dari CC pada pekan ini dan mengatakan Evergrande kemungkinan melewatkan pembayaran bunga pada surat utang senior tanpa jaminan dan memasuki masa tenggang 30 hari.
Padahal, pengembang perlu membayar kupon US$ 45,2 juta pada hari Rabu lalu untuk obligasi dolar yang jatuh tempo 2024.
“Dengan begitu banyak pembayaran kupon yang akan datang menjelang akhir tahun, menjual aset non-inti adalah cara paling efisien bagi Evergrande untuk mengumpulkan dana,” kata Steven Leung, direktur eksekutif UOB Kay Hian.