Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah terbaru China untuk melarang ekspor mineral penting seperti galium dan germanium telah menjadi sorotan utama dalam persaingan teknologi global.
Keputusan ini merupakan respons langsung terhadap pembatasan perdagangan yang diterapkan oleh Amerika Serikat, dengan implikasi signifikan bagi manufaktur canggih dan teknologi militer dunia.
Strategi China dalam Menguasai Rantai Pasok Global
China, sebagai produsen dominan mineral strategis seperti galium (98%) dan germanium (60%) di dunia, telah memanfaatkan posisinya untuk memperkuat pengaruhnya di pasar global.
Baca Juga: SpaceX Milik Elon Musk Menangkan Kontrak US$843 Juta untuk Deorbit ISS
Larangan ekspor ini menargetkan bahan baku penting yang digunakan dalam berbagai industri, termasuk:
- Semikonduktor: Komponen esensial untuk perangkat elektronik canggih.
- Panel Surya: Kunci dalam transisi energi bersih.
- Sistem Pertahanan: Digunakan dalam perangkat keras militer seperti perangkat penglihatan malam dan chip memori berkapasitas tinggi.
Data dari U.S. Geological Survey menunjukkan bahwa Amerika Serikat bergantung pada China untuk sekitar 50% pasokan galium dan germanium. Ketergantungan ini membuat industri AS rentan terhadap guncangan harga, seperti yang terjadi pada tahun 2024, di mana harga antimon melonjak lebih dari dua kali lipat menjadi US$25.000 per ton.
Eskalasi Ketegangan Perdagangan AS-China
Keputusan China muncul setelah Amerika Serikat memperluas daftar entitas yang dikenai pembatasan ekspor terkait teknologi semikonduktor dan chip canggih. Washington berdalih bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi keamanan nasional. Namun, Beijing menganggap kebijakan ini sebagai penyalahgunaan konsep keamanan nasional.
Baca Juga: China Melawan! Tanggapi Ancaman Trump soal De-Dolarisasi dan Dominasi Dolar AS
Lin Jian, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, menyatakan bahwa tindakan AS melanggar prinsip ekonomi pasar dan merusak tatanan perdagangan internasional. Ia menambahkan bahwa "penindasan semacam ini sangat merugikan kepentingan semua negara."
Di sisi lain, Asosiasi Industri Semikonduktor China mendukung langkah pemerintah, menyatakan bahwa pembatasan ini akan meningkatkan biaya dan mengganggu rantai pasok, yang pada akhirnya merugikan perusahaan-perusahaan Amerika.
Implikasi bagi Sekutu AS di Asia
Larangan ekspor China tidak hanya berdampak pada Amerika Serikat tetapi juga menyasar negara-negara sekutu seperti Jepang, Korea Selatan, dan Singapura.
Negara-negara ini, yang bergantung pada teknologi AS untuk manufaktur mereka, menghadapi tantangan dalam menavigasi dampak dari kebijakan China.
Jepang, misalnya, berada di tengah persilangan perdagangan, di mana ketergantungan pada bahan mentah China bertentangan dengan aliansi strategisnya dengan AS.
Baca Juga: China Membalas, Resmi Melarang Ekspor Mineral Penting ke Amerika Serikat (AS)
Pertarungan untuk Dominasi Teknologi
Persaingan antara AS dan China mencerminkan perebutan kendali atas sumber daya dan teknologi yang paling penting di dunia. Kedua negara mengklaim bahwa tindakan mereka diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional, tetapi strategi ini berisiko memperburuk ketegangan dan memperlambat kemajuan teknologi global.
Menurut Asosiasi Produsen Otomotif China, kebijakan pembatasan AS tidak hanya merusak prinsip persaingan yang adil tetapi juga menciptakan ketidakstabilan dalam perdagangan internasional. Mereka memperingatkan bahwa "penindasan seperti ini hanya akan merugikan semua pihak."