Sumber: Newsweek | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China telah mengecam langkah-langkah yang dilakukan Amerika Serikat (AS) terkait dominasi dolar AS di pasar global, yang disebut-sebut sebagai alat politik geopolitik.
Pernyataan ini muncul setelah ancaman Presiden terpilih Donald Trump untuk mengenakan tarif terhadap negara-negara BRICS yang sedang berupaya mengurangi ketergantungan pada dolar dalam perdagangan internasional.
Liu Pengyu, juru bicara Kedutaan Besar China di AS, mengkritik kebijakan AS yang, menurutnya, telah lama menggunakan hegemoni dolar untuk memicu krisis ekonomi, menyebarkan inflasi AS ke berbagai bagian dunia, dan menjadikan dolar sebagai alat geopolitik yang merusak stabilitas ekonomi internasional.
Baca Juga: Donald Trump Ancam Tarif 100% ke Kelompok BRICS, Ini Alasannya
"Ini merusak stabilitas ekonomi dan keuangan internasional serta mengganggu tatanan internasional," kata Liu dalam wawancara dengan Newsweek.
BRICS sebagai Alternatif Ekonomi Global
Sebagai perbandingan, Liu mengungkapkan bahwa negara-negara BRICS—yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—akan terus mendorong kerja sama ekonomi dan membangun sistem keuangan yang lebih inklusif dan adil.
BRICS, yang baru-baru ini memperluas keanggotaan dengan menambah negara-negara seperti Etiopia, Mesir, Iran, dan Uni Emirat Arab pada 2023, kini mewakili lebih dari 40 persen populasi dunia dan sekitar 31,5 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global dalam hal paritas daya beli.
Ini melebihi 30 persen yang diwakili oleh negara-negara G7, menurut laporan dari perusahaan riset ekonomi asal Inggris, Acorn Macro Consulting.
Meskipun kelompok ini belum memiliki mata uang bersama, upaya untuk mengembangkan sistem keuangan alternatif dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS untuk perdagangan internasional dianggap sebagai tantangan strategis jangka panjang bagi AS.
Beberapa analis di AS meragukan kemampuan BRICS untuk menggantikan dolar sebagai mata uang dominan dalam sistem keuangan global.
Baca Juga: Trump Ancam Tarif 100% untuk Negara BRICS, Ini Dampaknya Bagi Indonesia
Ancaman Tarif Trump terhadap Negara-negara BRICS
Ancaman tarif ini dikeluarkan oleh Trump melalui akun media sosialnya, X (sebelumnya Twitter) dan Truth Social, pada Sabtu lalu. Trump menyatakan, "Ide bahwa negara-negara BRICS mencoba untuk menjauh dari dolar sementara kita hanya diam saja sudah berakhir."
Ia mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS, kecuali mereka membatalkan rencana untuk menciptakan mata uang bersama atau alternatif lainnya selain dolar AS.
Tantangan bagi Dominasi Dolar AS
Meskipun ada dorongan dari Beijing untuk memperluas penggunaan yuan China, data terbaru menunjukkan bahwa yuan masih sangat kecil dalam pangsa pasar global dibandingkan dengan dolar.
Pada akhir 2023, yuan hanya menguasai sekitar 2,3 persen dari cadangan devisa global, turun dari 2,8 persen pada tahun sebelumnya. Sementara itu, dolar masih menguasai 58 persen dari cadangan devisa global, jauh di atas euro yang hanya mencatatkan 20 persen.
Baca Juga: Heboh Tarif Donald Trump, Apa Itu Tarif dan Bagaimana Cara Kerjanya?
Perang Dagang dan Kebijakan Tarif Trump
Ancaman tarif ini adalah bagian dari kebijakan perdagangan yang telah dimulai sejak masa kepresidenan Trump sebelumnya, yang menganggap China sebagai pelaku praktik perdagangan yang tidak adil.
Trump juga pernah menjanjikan tarif 60 persen untuk barang-barang China selama kampanye pemilu sebelumnya.
Baru-baru ini, ia mengancam akan mengenakan tarif tambahan sebesar 10 persen terhadap ekspor China dan 25 persen terhadap barang-barang dari Meksiko dan Kanada, kecuali aliran fentanyl dari negara-negara tersebut dapat dihentikan.
China sendiri telah memperingatkan bahwa tarif impor baru dari AS hanya akan merugikan perdagangan global dan mengakibatkan kerugian bagi konsumen AS.