Sumber: AP | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Laporan tersebut mencatat bahwa ekonomi Uni Eropa diperkirakan hanya tumbuh 2,7% di tahun 2022. Angkanya turun dari perkiraan awal di bulan Januari yang sebesar 3,9%.
Ekonomi AS juga diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 2,6% pada tahun 2022 dan 1,8% pada tahun 2023. Hal ini dipengaruhi inflasi yang sangat tinggi, pengetatan moneter yang agresif oleh Federal Reserve AS dan dampak langsung perang di Ukraina.
Ekonomi China diproyeksikan tumbuh sebesar 4,5% tahun ini, turun dari 8,1% pada tahun 2021. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adalah diterapkannya kembali aturan lockdown di beberapa kota bisnis utama China menyusul menyebarnya virus corona varian Omicron awal tahun ini.
Baca Juga: UNICEF: 9,3 Juta Anak Suriah Butuh Bantuan, Mereka Menderita Terlalu Lama
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyebut segala aspek yang ada pada perang di Ukraina telah memicu krisis dan menghancurkan pasar energi global, mengganggu sistem keuangan dan memperburuk kerentanan ekstrim bagi negara berkembang.
"Saya mendesak adanya tindakan cepat dan tegas untuk memastikan aliran pasokan makanan dan energi yang stabil ke pasar terbuka," ungkap Guterres.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tujuan tersebut bisa tercapai dengan encabutan pembatasan ekspor, melepaskan surplus dan cadangan ke negara-negara yang membutuhkan.