Sumber: AP | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. PBB pada hari Rabu (18/5) terpaksa memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2022 secara signifikan sebagai akibat dari banyaknya krisis, termasuk naiknya harga pangan yang didorong oleh perang Ukraina.
Dilansir dari Associated Press (AP), Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4% menjadi 3,1%.
Disebutkan bahwa penurunan prospek pertumbuhan terjadi secara luas, termasuk akan dialami oleh negara-negara dengan ekonomi terbesar dunia seperti AS dan China. Wilayah Eropa dikatakan akan merasakan dampak yang paling signifikan.
Baca Juga: UNICEF Peringatkan Ancaman Bencana Malnutrisi Anak Akibat Perang Ukraina
Perang di Ukraina yang masih belum bisa dibendung menjadi salah satu faktor melemahnya ekonomi global hingga akhir tahun nanti. Perang telah memicu kenaikan harga pangan, sumber energi, dan komoditas utama lainnya.
Kondisi tersebut memperburuk situasi pandemi Covid-19 yang sampai saat ini juga masih meninggalkan banyak krisis.
"Perlambatan dan perang di Ukraina, yang memicu kenaikan tajam harga pangan dan pupuk, akan memberikan pukulan pada negara-negara berkembang, memperburuk kerawanan pangan dan meningkatkan kemiskinan," ungkap PBB.
Menurut perkiraan PBB, inflasi global diproyeksikan meningkat menjadi 6,7% pada 2022, dua kali lipat rata-rata periode 2010-2020 yang ada di angka 2,9%. Inflasi sebagian besar terjadi pada harga pangan dan energi.
Baca Juga: Antisipasi Krisis Pangan, Bank Dunia Siap Gelontorkan Dana Hingga US$ 30 miliar
Laporan tersebut mencatat bahwa ekonomi Uni Eropa diperkirakan hanya tumbuh 2,7% di tahun 2022. Angkanya turun dari perkiraan awal di bulan Januari yang sebesar 3,9%.
Ekonomi AS juga diprediksi hanya akan tumbuh sebesar 2,6% pada tahun 2022 dan 1,8% pada tahun 2023. Hal ini dipengaruhi inflasi yang sangat tinggi, pengetatan moneter yang agresif oleh Federal Reserve AS dan dampak langsung perang di Ukraina.
Ekonomi China diproyeksikan tumbuh sebesar 4,5% tahun ini, turun dari 8,1% pada tahun 2021. Beberapa faktor yang menjadi penyebab adalah diterapkannya kembali aturan lockdown di beberapa kota bisnis utama China menyusul menyebarnya virus corona varian Omicron awal tahun ini.
Baca Juga: UNICEF: 9,3 Juta Anak Suriah Butuh Bantuan, Mereka Menderita Terlalu Lama
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyebut segala aspek yang ada pada perang di Ukraina telah memicu krisis dan menghancurkan pasar energi global, mengganggu sistem keuangan dan memperburuk kerentanan ekstrim bagi negara berkembang.
"Saya mendesak adanya tindakan cepat dan tegas untuk memastikan aliran pasokan makanan dan energi yang stabil ke pasar terbuka," ungkap Guterres.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa tujuan tersebut bisa tercapai dengan encabutan pembatasan ekspor, melepaskan surplus dan cadangan ke negara-negara yang membutuhkan.