kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.753   42,00   0,27%
  • IDX 7.468   -11,36   -0,15%
  • KOMPAS100 1.154   0,16   0,01%
  • LQ45 915   1,77   0,19%
  • ISSI 226   -0,94   -0,41%
  • IDX30 472   1,65   0,35%
  • IDXHIDIV20 569   1,75   0,31%
  • IDX80 132   0,22   0,17%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,25   0,16%

Deflasi Mengancam, Pemerintah China Diharapkan Rilis Sejumlah Stimulus


Senin, 10 Juli 2023 / 12:40 WIB
Deflasi Mengancam, Pemerintah China Diharapkan Rilis Sejumlah Stimulus
ILUSTRASI. Properti di Beijing. REUTERS/Tingshu Wang


Reporter: Vina Destya | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Tingkat inflasi konsumen di China datar di bulan Juni kemarin, sementara harga-harga pada tingkat pabrik terus menurun. Hal ini menyebabkan kekhawatiran mengenai risiko deflasi dan juga menambah spekulasi adanya potensi stimulus ekonomi.

Dilansir dari Bloomberg, Inflasi inti namun tidak termasuk makanan dan energi melambat dari 0,6% menjadi 0,4%. Harga produsen juga turun lebih cepat yaitu 5,4% dibandingkan penurunan pada bulan Mei silam sebagai laju terdalam sejak Desember 2015.

“Risiko deflasi sangat nyata,” ujar Zhang Zhiwei selaku Kepala Ekonom di Pinpoint Asset Management Ltd dikutip dari Bloomberg, Senin (10/7).

Ahli Statistik NBS Dong Lijuan memaparkan bahwa deflasi harga produsen dipicu oleh penurunan harga komoditas internasional yang berkepanjangan. Penurunan harga minyak dan batu bara yang terus berlanjut.

Baca Juga: Penyerangan Taman Kanak-Kanak di China, 6 Orang Dilaporkan Meninggal

Adanya perlambatan pada inflasi inti dan juga harga produsen membuktikan bahwa masa pemulihan ekonomi semakin melemah. Apalagi dengan adanya kekhawatiran tentang deflasi yang membebani kepercayaan diri China.

Hal ini kemungkinan akan mendorong lebih banyak spekulasi mengenai potensi stimulus yang mungkin akan diberikan untuk menopang perekonomian.

Produsen di China telah mempersiapkan diri selama berbulan-bulan untuk menghadapi harga-harga komoditas yang lebih rendah disertai dengan permintaan yang lemah di dalam dan luar negeri.

Jika konsumen maupun pelaku bisnis terus menahan diri untuk tidak belanja atau berinvestasi dengan harapan harga-harga akan turun, hal ini dapat menyebabkan spiral penurunan harga yang akan terjadi dengan sendirinya.

Indeks Hang Seng China Enterprises Index naik 2,4% pada hari Senin, kenaikan ini didorong oleh saham-saham teknologi karena para investor mencari normalisasi terkait kebijakan yang dirilis pemerintah.

Selain itu, ada pula Indeks CSI 300 dari saham-saham di China daratan yang naik sebanyak 1% setelah tiga minggu berturut-turut mengalami penurunan. 

Harga daging babi dan makanan pokok menjadi penekan utama harga konsumen pada bulan Juni silam, di mana mengalami penurunan sebanyak 7,2% alias lebih besar dari penurunan di bulan Mei yaitu 3,2%.

Baca Juga: Sejarah Lee Kuan Yew, Pendiri Singapura yang Jadi Negara Termakmur di Asia Tenggara

Karena hal ini, pemerintah telah mengupayakan untuk menahan penurunan harga daging babi dengan mengatakan bahwa mereka akan memasok lebih banyak daging babi untuk cadangan negara guna memenuhi permintaan.

Bloomberg Economics mengomentari bahwa inflasi harga konsumen dan penurunan harga produsen yang lebih rendah pada bulan Juni menunjukkan peningkatan pasca Covid-19 di China.

“Momentum yang lesu di sisi harga adalah tanda lemahnya permintaan yang menyebabkan prospek pertumbuhan. Kebutuhan akan lebih banyak stimulus dari People’s Bank of China yang meningkat,” ujar Bloomberg Economics.


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×