kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Diangkat Jadi Raja, Charles Hadapi Kondisi Ekonomi Inggris yang Suram


Minggu, 11 September 2022 / 13:23 WIB
Diangkat Jadi Raja, Charles Hadapi Kondisi Ekonomi Inggris yang Suram
ILUSTRASI. Diangkat Jadi Raja, Charles Hadapi Kondisi Ekonomi Inggris yang Suram. REUTERS/Toby Melville


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - LONDON. Meski telah memasuki zaman modern, wafatnya Ratu Elizabeth II yang berusia 96 tahun tetap membawa duka bagi Inggris. Berbagai protokol pun diikuti, mulai dari pembawa berita di media mengenakan pakaian hitam bernada muram, hingga warga tetap berkumpul di bawah langit gelap di luar istana Buckingham. 

Meski, kerumunan orang yang berduka dan barisan pemakaman taksi hitam yang berbaris di London, sebagai tanda penghormatan lainnya. Kini, muncul pertanyaan besar, bagaimana perekonomian Inggris pada era kepemimpinan Raja Charles III. Ia dinobatkan sebagai raja baru paling siap dan tertua yang pernah naik tahta saat berusia 73 tahun. 

Memang, semasa ia hidup bersama ibunya, ia telah menyaksikan berbagai generasi dunia datang dan pergi, termasuk 15 perdana menteri Inggris dan 14 presiden Amerika Serikat (AS). Sebagai Raja, Charles tidak akan lagi memiliki paspor atau surat izin mengemudi sendiri  atau miliki opini yang kuat di depan umum, mengutip BBC pada Minggu (11/9).

Baca Juga: Australia Tetapkan Hari Berkabung untuk Ratu Elizabeth II pada 22 September

Sang ratu meninggal di tengah pergolakan yang sangat sulit, dan dengan demikian periode berkabung pun berada pada latar belakang yang suram. Sebagai contoh, akhir masa Elizabeth II ditandai pada Jumat pagi dengan penangguhan pemogokan yang direncanakan oleh puluhan ribu pekerja pos dan transportasi. 

Diterpa badai ekonomi yang memburuk, mereka menyerukan upah yang lebih tinggi. Kematian ratu membuat panitia menunda pemogokan mereka sampai setelah masa berkabung publik berakhir. Itu hanya satu cara di mana kesedihan krisis ekonomi telah bertemu dengan kesedihan atas meninggalnya Ratu Elizabeth.

Goldman Sachs memperingatkan pekan lalu bahwa Inggris bisa jatuh ke dalam resesi pada kuartal keempat tahun ini, menggemakan perkiraan sebelumnya dari Bank of England. Warga Inggris sekarang bersiap menghadapi musim dingin yang sulit baik untuk rumah tangga maupun bisnis.

Sedangkan inflasi terus meningkat lantaran biaya hidup di sini meningkat dengan kecepatan tercepat dalam empat dekade. Seiring dengan naiknya harga makanan dan bahan bakar — dihembuskan di Inggris, seperti di banyak tempat lain, oleh dampak perang di Ukraina.

Mengendalikan krisis inflasi telah menjadi agenda bagi dua pemimpin baru Inggris, Perdana Menteri Inggris yang baru, Elizabeth Truss dan Raja Charles III. Monarki juga menghadapi kritik terus-menerus karena ketinggalan zaman dan menyerap keuangan publik. Memang, biaya dan upacara pemakaman ratu tidak akan hilang di negara yang dilanda krisis biaya hidup.

“Kami sekarang menghadapi angin sakal global yang parah yang disebabkan oleh perang mengerikan Rusia di Ukraina dan akibat covid. Menghadapi tantangan ini tidak akan mudah," kata Tuss, mengutip Grid pada Minggu (11/9). 

Baca Juga: Ratu Elizabeth II Wafat Meninggalkan Warisan Miliaran Dolar AS

Sehari kemudian, Pound Inggris jatuh ke level terendahnya terhadap dolar AS sejak 1985. Seorang pengamat pasar keuangan membicarakan prospek bailout IMF jika Inggris terus meluncur ke jalan berbatu yang sekarang dihadapinya.

Bahkan seorang kolumnis Financial Time melihat masa depan Inggris dalam jangka pendek tampak suram. Ia menyebut, Inggris mengalami dekade yang sulit, dan prospeknya bahkan lebih buruk. Ini memiliki tingkat inflasi tertinggi dari negara G-10 mana pun, perkiraan pertumbuhan terlemah.

Adapun layanan Kesehatan Nasional Inggris juga tengah berjuang untuk pulih dari kerusakan akibat pandemi. Jumlah orang yang menunggu perawatan rutin di rumah sakit sekarang mendekati 7 juta jiwa. Sementara sistem kesehatan berjuang untuk mengisi puluhan ribu lowongan. 

Penyebab kesenjangan ini terjadi cukup beragam, mulai dari tekanan besar yang dihadapi oleh petugas kesehatan selama pandemi hingga Brexit. Ini membuat penurunan jumlah perawat Eropa yang datang untuk bekerja di Inggris. Hasil akhirnya lembaga nasional ini menjadi paling tertekan. 

Baca Juga: Kanada Menyatakan Raja Charles Sebagai Rajanya

Maka, tidak mengherankan jika London terasa "suram". Truss telah mengumumkan rencana untuk melindungi warga Inggris biasa dari lonjakan tagihan energi yang tiba-tiba. Namun, Ketidakpastian perang di Ukraina yang akan bergejolak pada kenaikan harga energi masih akan berlanjut.

Sedangkan kesepakatan perceraian Inggris dengan Eropa tetap menjadi masalah yang diperdebatkan. Sebab, perselisihan sengit mengenai ketentuan-ketentuan utama yang mengancam hubungan yang lebih buruk dengan apa yang tetap menjadi mitra dagang terbesarnya.

Selain itu, Truss pada hari Kamis meminta Inggris untuk bersatu sebagai rakyat dan mendukung kepala negara yang baru. 

“Ratu Elizabeth II adalah batu di mana Inggris modern dibangun. Dengan berlalunya zaman Elizabeth kedua, kami mengantarkan era baru dalam sejarah megah negara besar kami,” paparnya. 

Dia menambahkan bahwa warga Inggris harus berkumpul di sekitar Raja Charles III untuk membantunya memikul tanggung jawab luar biasa sejak saat ini. “Tuhan selamatkan Raja,” pungkasnya.




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×