Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencabut sanksi terhadap raksasa aluminium asal Rusia, Rusal. Selain itu beberapa perusahaan Rusia lainnya yang terkait dengan Oleg Deripaska juga turut lepas dari sanksi.
Sebelumnya beberapa perusahaan yang tekait dengan Deripaska diberi sanksi sejak tahun lalu terkait langkah Rusia atas upaya pencaplokan Krimea, ikut campur dalam pemilihan di AS, dan memberi dukungan kepada pemerintah Suriah dalam perang saudara di negara tersebut.
Selain Rusal, beberapa perusahaan lain milik salah satu sekutu Presiden Rusia Valadimir Putin tersebut semisal En + Group Plc, dan JSC EuroSibEnergo juga turut dibebaskan dari sanksi ini.
Dilaporkan Reuters, sebenarnya pencabutan sanksi Rusal dan kawan-kawan ini mendapat tentangan dari sejumlah politisi. Tak cuma dari Partai Demokrat, namun juga sejumlah anggota senat dari Republik. Namun tentangan tersebut tak cukup untuk mengentikan Trump mencabut sanksinya.
Namun dalam pernyataannya pada hari Minggu, Departemen Keuangan AS kepemilikan saham Deripaskan di ketiga perusahaan tersebut telah berkurang baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal tersebut akan memastikan bahwa sebagian besar direktur di dewan En + dan Rusal akan menjadi direktur independen.
"Perusahaan-perusahaan juga telah menyetujui transparansi keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan melakukan audit, sertifikasi, dan persyaratan pelaporan yang luas," tulis pernyataan Departemen Keuangan.
Menyusul pengumuman tersebut, terjadi sejumlah perubahan dalam tubuh perusahaan-perusahaan tersebut. Rusal misalnya mengatakan Jean-Pierre Thomas telah mengundurkan diri sebagai Chairman dan direktur perusahaan. Sementara EN + mengumumkan pertukaran efek dengan London's Glencore Plc.
Pencabutan sanksi tersebut juga membuat saham Rusal yang diperdagangkan di bursa Hong Kong melonjak lebih dari 5% pada awal perdangan Senin.
Rusal adalah produsen aluminium non-China terbesar di dunia. Sanksi terhadap Rusal telah mendorong permintaan untuk logam Tiongkok yang diikuti oleh pecahnya rekor ekspor aluminium dari negara tersebut pada tahun 2018.