Reporter: Dessy Rosalina | Editor: Adi Wikanto
WASHINGTON. SEJAK dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 20 Januari 2017, sosok Donald Trump lebih banyak menuai protes ketimbang dukungan. Sejumlah kebijakan Trump dinilai menimbulkan dampak negatif.
Tak terkecuali bagi para pelaku bisnis pariwisata. Pemilik agen travel cemas dengan sikap keras Trump terhadap orang non Amerika Serikat (AS). Pasalnya, sikap Trump ini dianggap berpengaruh negatif terhadap jumlah kedatangan turis.
Kebijakan Trump yang dinilai paling merugikan industri pariwisata yakni larangan membawa laptop di pesawat bagi maskapai yang terbang dari negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara.
Greeley Koch, petinggi dari Association of Corporate Travel Executives menilai, larangan membawa laptop ini menyulitkan para pebisnis dari kawasan Timur Tengah yang bertandang ke AS untuk urusan pekerjaan. Tapi, Koch menilai, hal ini bisa diakali pebisnis dengan cara transit di bandara Eropa sehingga mereka tetap bisa bekerja menggunakan laptop selama dalam perjalanan menuju Eropa.
Koch bilang, yang lebih mengkhawatirkan yakni aturan pengetatan visa. Pada 17 Maret lalu, Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson memberikan instruksi bagi para pegawai konsuler untuk memperketat proses pemberian visa.
"Pengetatan visa akan berakibat pada penundaan terbang dan turunnya jumlah kunjungan turis," ujar Koch, seperti dilansir The Economist, kemarin.
Yang jelas, aturan ketat Trump sudah menunjukkan dampak buruk. Pekan ini, maskapai asai Dubai, Emirates, berencana mengurangi penerbangan ke lima kota di AS.
Alasannya, permintaan penumpang ke AS menurun. Rencana Emirates ini sejalan dengan ramalan Tourism Economics. Lembaga konsultan ini memprediksi, kunjungan turis ke Negeri Pamn Sam bakal susut hingga di bawah 2 juta di 2017. Jumlah tersebut setara dengan penurunan 1% dari 2016.
Padahal, andai Trump batal menjadi Presiden AS, pelaku industri meramal bakal ada kenaikan jumlah kunjungan turis sebesar 3% di tahun ini.
Perusahaan analisis data pariwisata ForwardKeys melaporkan, sepekan setelah Trump memberlakukan larangan terbang bagi tujuh negara muslim, pesanan penerbangan ke AS anjlok 6,5%.
Setali tiga uang, aplikasi perjalanan Hopper menyebutkan, jumlah kata pencarian penerbangan ke AS anjlok di 99 negara setelah Trump menerbitkan travel ban.
Yang menarik, hanya turis dari Rusia yang malahan bertambah antusias untuk melancong ke AS pasca travel ban (lihat tabel). Data ini tak cuma membuat maskapai pesimistis, industri perhotelan pun ketar-ketir.
Arne Sorenson, CEO Marriott International memprediksi, ada potensi penurunan signifikan di industri pariwisata AS pasca kebijakan ketat Trump.
Sejatinya, sikap galak Trump menambah beban industri turisme Amerika. Sebab, dari periode 2000-2006, rata-rata kunjungan turis ke AS turun 3% saban tahun.
Salah satu faktor penurunan ini yakni serangan teroris di 2011 yang dikenal sebagai teror 11 September. Sejak saat itu, penerbitan visa ketat. Kondisi industri turisme berpotensi kembali ke masa lesu setelah 2011," ujar Adam Sacks, analis Tourism Economics.
Dara Khosrowshahi, Kepala situs online booking Expedia mengatakan,saat ini perhotelan dan maskapai AS telah memangkas harga. Ini dilakukan sebagai upaya untuk mendongkrak permintaan yang melesu.
Atas dasar itulah, para petinggi industri pariwisata telah meminta Trump untuk menyebarkan pesan bahwa AS membuka pintu lebar bagi pelancong asing. Cara lain, para agensi turis New York gencar memasang iklan di Inggris, Jerman, Spanyol dan Meksiko.
Tapi, tak semua turis asing anti Trump. "Ini emas sungguhan, ujar remaja Jerman yang terkagum dengan interior Trump Tower di Manhattan.
Tak cuma mempengaruhi iklim bursa finansial, naiknya Donald Trump ke kursi presiden berdampak ke seluruh sektor. Sayangnya, efek Trump terasa negatif bagi industri pariwisata.
Pemicunya, aturan travel ban, larangan membawa laptop di pesawat dan pengetatan penertiban visa. Prediksi pasar, jumlah kunjungan turis asing ke Amerika bakal susut menjadi kurang dari 2 juta di 2017.