kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek perang dagang, keuntungan maskapai global menukik tajam tahun ini


Rabu, 11 Desember 2019 / 18:19 WIB
Efek perang dagang, keuntungan maskapai global menukik tajam tahun ini
ILUSTRASI. Pesawat Silkair, Tigerair, dan Singapores Airlines di Changi Airport, Singapura, 18 November 2016.


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan

KONTAN.CO.ID - JENEWA. Keuntungan maskapai global menukik tajam tahun ini. Penyebabnya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China menghantam perdagangan global dan kepercayaan yang lebih luas.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memangkas proyeksi laba bersih perusahaan penerbangan dunia tahun ini total menjadi US$ 25,9 miliar, turun 5,1% dibanding pencapaian tahun lalu.

Sedang kenaikan keuntungan maskapai di tahun depan bergantung pada "gencatan senjata" dalam perselisihan perdagangan global. Pada Juni lalu, IATA memperkirakan, laba maskapai global US$ 28 miliar pada tahun ini.

Baca Juga: FAA menurunkan peringkat penerbangan Malaysia, bagaimana dengan Indonesia?

"Perang dagang tidak menghasilkan pemenang," tegas Direktur Jenderal IATA Alexandre de Juniac dalam acara pertemuan tahunan dengan media massa di Jenewa, Swiss, Rabu (11/12), seperti dikutip Reuters.

De Juniac menambahkan, pertumbuhan global yang lebih lambat, Brexit, dan keresahan sosial juga menjadi faktor yang menekan laba bersih maskapai pada tahun ini.

"Semuanya (faktor-faktor tersebut) bersatu untuk menciptakan lingkungan bisnis yang lebih keras dibanding yang diantisipasi maskapai pada tahun ini," ujar De Juniac.

Baca Juga: Qantas uji coba penerbangan super jauh dengan rute Sydney menuju New York

IATA juga memangkas perkiraan pendapatan maskapai global sepanjang tahun ini menjadi US$ 838 miliar, dari proyeksi pada Juni lalu US$ 899 miliar. Tahun depan, mereka meramalkan, pendapatan maskapai naik jadi US$ 872 miliar.




TERBARU

[X]
×