kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ekonomi China tumbuh melambat


Selasa, 16 Mei 2017 / 11:37 WIB
Ekonomi China tumbuh melambat


Reporter: Mona Tobing | Editor: Yudho Winarto

BEIJING. Memasuki April, otot pertumbuhan ekonomi China mulai kendur. Padahal, sejak awal tahun, China sempat mencatat tren pertumbuhan yang kuat. Kondisi ini tecermin dari hasil produksi (output) industri yang tertekan aturan ketat penyaluran utang shadow banking.

Hasil produksi industri China tumbuh 6,5% pada April ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Meski tumbuh positif, pencapaian tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi Maret 2017 yang bisa tumbuh 7,6% (yoy).

Nasib sama juga dialami investasi aset yang tumbuh 8,9% per April atau melambat dibandingkan periode Maret lalu yang mencapai 9,2%. Investasi aset tetap di sektor manufaktur juga melambat per April atau hanya tumbuh 4,9%. Angka ini lebih rendah dari pencapaian Maret yang tumbuh 5,8%.

Namun, kabar baik datangdari pos belanja infrastruktur yang melesat tumbuh lebih dari 23% secara tahunan. Lonjakan tersebut didukung proyek One Belt and One Road (OBOR) yang bertujuan memperluas investasi ke kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.

Capaian angka-angka tersebut di bawah perkiraan para analis yang disurvei Reuters. Para analis memprediksi produksi manufaktur China akan tumbuh 7,1%, investasi aset bisa tumbuh 9,1% pada April. Dengan kata lain, realisasi pertumbuhan di April meleset dari harapan pasar.

Salah satu faktor melambatnya pertumbuhan output manufaktur disebut-sebut karena harga baja dan bijih besi yang jatuh. Ini terjadi di tengah kekhawatiran atas peningkatan stok komoditas itu lantaran telah menyentuh angka produksi tertinggi sejak Desember 2014. Kondisi ini memperkuat bukti melemahnya sektor manufaktur dan perlambatan ekonomi negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini.

Analis Pritchard Capital Economics Julian Evans menilai, ada perlambatan yang lebih cepat dari perkiraan sejumlah analis. Namun, ia meyakini China masih jauh dari tren ekonomi melemah. "Ini akan menjadi ujian para pembuat kebijakan, sebab urgensinya bukan hanya menangani masalah risiko keuangan. Ada masalah yang lebih besar lagi, yakni pertumbuhan ekonomi," kata Evans, seperti dikutip Reuters, Senin (15/5).



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×