kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi Jepang dan India terus melambat, perusahaan tekan biaya operasional


Selasa, 01 September 2020 / 16:35 WIB
Ekonomi Jepang dan India terus melambat, perusahaan tekan biaya operasional
ILUSTRASI. Ilustrasi ekonomi Jepang


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - TOKYO. Perusahaan Jepang telah memangkas biaya operasional untuk pabrik dan peralatan dengan jumlah paling banyak dalam satu dekade pada kuartal kedua tahun ini. Melansir artikel Reuters, Selasa (1/9) Pemerintah Jepang menyebut butuh waktu yang lama agar ekonomi kembali pulih dari kemerosotan yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. 

Data sektor swasta juga menunjukkan bahwa aktivitas pabrik pada Agustus terus menyusut hingga menyentuh level terlambat dalam enam bulan. Data resmi lainnya bahkan menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja kini tengah memburuk. 

Penurunan konsumsi yang terjadi pasca pemerintah mengumumkan keadaan darurat pada awal kuartal kedua juga membuat penurunan pendapatan yang tajam lantaran penjualan beberapa perusahaan anjlok. 

Baca Juga: Shinzo Abe mundur, berikut kandidat Perdana Menteri Jepang

Akibatnya, belanja modal turun 11,3% pada April-Juni secara year on year (yoy). Penurunan itu merupakan yang terbesar sejak kuartal I 2020, lantaran krisis Covid-19 menghantam investasi di sektor manufaktur dan jasa, menurut data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Jepang. 

"Perlambatan belanja modal kemungkinan akan menjadi lebih besar di paruh kedua tahun fiskal," kata Takumi Tsunoda, Ekonom Senior Shikin Central Bank Research Institute. 

Dia menambahkan, produksi saat ini telah turun drastis dan banyak perusahaan yang menunda pengeluaran sebagai langkah efisiensi. 

Adapun, dalam skala musiman, belanja modal telah turun 6,3% secara kuartalan di bulan April-Juni. Data negatif ini nantinya juga akan digunakan untuk menghitung angka domestik bruto (PDB) kuartal II yang direvisi, yang sebelumnya diprediksi bakal turun 27,8%. 

Sementara itu, para analis memperkirakan ekonomi akan berjalan lebih baik pada kuartal III setelah keadaan darurat berakhir di akhir bulan Mei 2020. Banyak ekonom yang memperkirakan rebound akan berlangsung secara cepat, tetapi pemulihan ekonomi membutuhkan waktu bertahun-tahun. 

Di sisi lain, tingkat pengangguran Jepang secara kuartalan naik hingga 2,9% di bulan Juli 2020, menurut data Pemerintah. Walau naik, posisi itu sedikit lebih rendah dari perkiraan jajak pendapat ekonom Reuters sebesar 3%. 

Rasio jumlah pekerjaan pun merosot selama tujuh bulan beturut-turut di bulan Juli 2020, turun menjadi 1,08 dari 1,11 di bulan sebelumnya. Hal ini juga merupakan posisi terendah sejak April 2014. Sederhananya, kurang dari enam pekerjaan tersedia per lima pencari kerja. 

Jepang juga berada di tengah-tengah perubahan kepemimpinan setelah Perdana Menteri Shinzo Abe mengatakan akhir pekan lalu bahwa Dia akan mundur karena kondisi kesehatannya yang memburuk. Hal ini praktis meningkatkan ketidakpastian di tengah prospek kebijakan moneter dan fiskal. 

Pemerintah memperkirakan ekonomi akan pulih ke level sebelum virus corona sekitar kuartal pertama 2022. Menurut Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura. 

Tak hanya Jepang, perekonomian India juga terkontraksi pada laju tertajam dan mencatat rekor sebesar 23,9% pada kuartal II-2020 yang berakhir Juni 2020 karena lockdown akibat pendemi corona memangkas pengeluaran konsumen dan bisnis. Kondisi ini menekan pemerintah dan bank sentral untuk menggelontorkan stimulus tambahan dan menurunkan suku bunga.

Baca Juga: Akibat lockdown, ekonomi India terkontraksi 23,9% pada Juni 2020

Mengutip Reuters, Senin (31/8), data PDB yang dirilis Senin (31/8) menunjukkan belanja konsumen, investasi swasta dan ekspor anjlok selama lockdown yang diberlakukan di akhir Maret 2020 untuk memerangi pandemi virus corona.

Pembacaan untuk kuartal Juni lebih buruk dari perkiraan analis dalam jajak pendapat Reuters yakni kontraksi sebesar 18,3%. 

Beberapa ekonom swasta mengatakan tahun fiskal yang dimulai pada bulan April dapat mengalami kontraksi hampir 10%, kinerja terburuk sejak India merdeka dari pemerintahan kolonial Inggris pada tahun 1947 dan kemungkinan akan mendorong jutaan orang ke dalam kemiskinan.

Sujan Hajra, kepala ekonom di Anand Rathi Securities, Mumbai, mengatakan kemerosotan ekonomi secara luas diperkirakan karena India di-lockdown selama hampir setengah kuartal. 

"Ini (angka PDB) sedikit meningkatkan peluang penurunan suku bunga pada Oktober," katanya. 

Data menunjukkan bahwa manufaktur telah memasuki resesi karena output turun 39,3% pada kuartal Juni setelah turun 1,4% pada kuartal sebelumnya.




TERBARU

[X]
×