Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Pemerintah Jepang pada Senin (29/9/2025) menyatakan bahwa perekonomian nasional menunjukkan pemulihan moderat, meski industri otomotif masih merasakan tekanan akibat kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS).
Dalam laporan ekonomi bulanannya, Kantor Kabinet Jepang menyebut konsumsi rumah tangga dan belanja modal mulai meningkat.
Peningkatan ini menandai perbaikan pertama sejak pertengahan 2024, didorong oleh sentimen konsumen yang membaik setelah tercapainya kesepakatan perdagangan dengan Washington.
Baca Juga: GAIKINDO Soroti Perang Harga di GIIAS, Industri Otomotif Perlu Penyelamatan Serius
Perekonomian Jepang tercatat tumbuh lebih cepat dari perkiraan pada kuartal April–Juni, memperpanjang tren ekspansi menjadi lima kuartal berturut-turut. Konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB), disebut menunjukkan “tanda-tanda peningkatan”.
Belanja modal juga dilaporkan pulih secara bertahap berkat dorongan investasi di sektor digital dan peralatan mesin.
Namun, pemerintah tetap mewaspadai risiko perlambatan, terutama dari kebijakan perdagangan AS. Pada Juli lalu, kedua negara mencapai kesepakatan tarif, dengan AS menetapkan bea masuk 15% untuk kendaraan Jepang.
Angka ini lebih rendah dari ancaman awal 27,5%, tetapi tetap jauh lebih tinggi dibanding tarif sebelumnya yang hanya 2,5%.
Baca Juga: Menperin: GIIAS 2025 Jadi Katalisator Transformasi Industri Otomotif Nasional
Kondisi tersebut membuat industri otomotif, salah satu pilar ekspor Jepang, menghadapi beban tambahan di tengah ketidakpastian politik domestik.
Situasi ini juga menambah kompleksitas perumusan kebijakan menjelang pemilihan ketua Partai Demokrat Liberal pada awal Oktober, yang akan menentukan pengganti Perdana Menteri Shigeru Ishiba.
Laporan pemerintah ini juga muncul di tengah langkah Bank of Japan yang mulai menjual aset berisiko, meski masih mempertahankan suku bunga rendah.
Baca Juga: Gaikindo Khawatir Pelonggaran TKDN Ancam Industri Otomotif Dalam Negeri
Dua anggota dewan sempat menyatakan ketidaksetujuan, menunjukkan pergeseran menuju kebijakan moneter yang lebih ketat setelah bertahun-tahun mengandalkan stimulus besar-besaran.