Sumber: Fortune | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi Jerman kembali menghadapi tantangan serius, dengan berbagai indikator ekonomi yang menunjukkan kemunduran terus-menerus.
ING, salah satu bank terbesar di Eropa, memperingatkan bahwa negara dengan perekonomian terbesar di Eropa ini sedang "terjebak dalam stagnasi" setelah berbulan-bulan kabar buruk dan sentimen negatif yang semakin memperburuk masalah struktural mendasar.
Indikator Ekonomi yang Memburuk
Salah satu indikator utama yang menunjukkan kemunduran ekonomi Jerman adalah Indeks Ifo Business Climate, yang mencakup sektor manufaktur, jasa, perdagangan, dan konstruksi.
Pada bulan September, indeks ini turun menjadi 85,4 dari 86,6 pada bulan Agustus, mencerminkan penurunan aktivitas ekonomi yang signifikan. Penurunan ini menandai penurunan bulanan kelima berturut-turut.
Baca Juga: Ukraina: 60% Komponen Asing di Persenjataan Rusia Berasal dari China
Carsten Brzeski, kepala penelitian makro global di ING, melukiskan gambaran suram dari ekonomi Jerman. Menurutnya, Jerman kini kembali ke posisi tahun lalu, yakni sebagai negara dengan pertumbuhan terendah di zona euro, dengan sedikit tanda-tanda perbaikan dalam waktu dekat.
Setelah kontraksi ekonomi di kuartal kedua, indikator sentimen selama dua bulan pertama kuartal ketiga memberikan sedikit alasan untuk optimisme.
Dampak dari Ketergantungan Energi Rusia dan Perlambatan Permintaan China
Salah satu faktor kunci yang memicu stagnasi ekonomi Jerman adalah dampak dari terputusnya pasokan minyak dan gas murah dari Rusia, menyusul invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini meningkatkan biaya input bagi perusahaan-perusahaan Jerman, terutama di sektor produksi yang sangat bergantung pada energi.
Selain itu, penurunan permintaan dari China, salah satu mitra dagang terbesar Jerman, telah memperburuk resesi yang berkepanjangan di sektor produksi. Jerman, yang terkenal dengan basis industrinya yang kuat, terutama di sektor manufaktur dan otomotif, mengalami tekanan besar dari perlambatan global ini.
Baca Juga: Angkatan Laut Singapura Menugaskan Dua Kapal Selam Baru Buatan Jerman
Krisis di Sektor Otomotif Jerman
Salah satu isu paling dipublikasikan dalam beberapa bulan terakhir adalah krisis di sektor otomotif Jerman, yang selama ini menjadi sektor unggulan.
Peralihan konsumen ke kendaraan listrik yang lebih lambat dari perkiraan telah menyebabkan perusahaan-perusahaan besar seperti Volkswagen dan BMW mengalami kerugian signifikan. Kedua perusahaan ini juga terkena dampak dari penurunan permintaan di pasar China.
Volkswagen, yang merupakan perusahaan terbesar di Jerman, bahkan membatalkan perjanjian selama 30 tahun untuk melindungi pekerjaan dan mengisyaratkan bahwa mereka mungkin harus menutup pabrik di Jerman untuk pertama kalinya dalam sejarahnya.
Saat ini, Volkswagen sedang bernegosiasi dengan serikat pekerja terkait kesepakatan upah, di tengah rencana perusahaan untuk memotong biaya hingga €10 miliar.
Baca Juga: Konflik Hizbullah-Israel Memanas, Lebanon: Hanya AS yang Bisa Menghentikan Ini
Masalah Struktural dan Siklus Negatif
Menurut Brzeski, tantangan yang dihadapi oleh sektor otomotif Jerman hanyalah salah satu ilustrasi dari masalah struktural dan siklus yang sedang berlangsung. Krisis di sektor ini, katanya, hanya memperparah sentimen negatif yang ada, menciptakan "lingkaran setan" yang sempurna di mana masalah struktural dan pesimisme terus memperburuk situasi.
Selain tantangan internal, beberapa perusahaan internasional juga mulai menunda rencana ekspansi mereka di Jerman.
Intel, misalnya, mengumumkan bahwa mereka menunda rencana pembangunan pabrik senilai €30 miliar di Jerman hingga dua tahun, yang menyebabkan ketegangan dalam pemerintahan Jerman terkait komitmen negara tersebut terhadap pengembangan proyek yang hampir mencapai €10 miliar.
Baca Juga: Presiden Turki Meminta AS Cabut Sanksi yang Menghambat Pembelian Peralatan Pertahan
Prospek yang Suram
Tidak banyak alasan untuk optimisme di masa depan. Konsumen dan bisnis di Jerman khawatir tentang potensi perlambatan ekonomi AS, ketegangan geopolitik yang semakin meningkat, serta lingkungan politik yang semakin terpecah di dalam negeri.
Meski demikian, Brzeski memperkirakan bahwa indikator Ifo kemungkinan akan membaik menjelang akhir tahun. Namun, ia menambahkan bahwa perbaikan ini hanya akan menjadi peningkatan siklus dari level yang sangat rendah dan tidak akan mengubah narasi bahwa Jerman masih "terjebak dalam stagnasi."