Sumber: Fortune US, CNN |
NEW YORK. Sudah sepekan lebih penutupan kegiatan operasional (shutdown) sejumlah kantor pemerintahan Amerika Serikat (AS) berlangsung. Belum ada tanda-tanda, kebijakan ekstrem itu akan dicabut dalam waktu dekat.
Wall Street pun tak bisa mengelak dari skenario buruk. Di antara empat skema, inilah dua ramalan terakhir apabila kebuntuan plafon utang (debt ceiling) tak diakhiri.
Obligasi (dan kredit) menghilang
Asumsinya adalah obligasi yang default akan tetap dijual. Akan tetapi, nilai surat utang pemerintah AS itu akan hancur habis-habisan. Bahkan bisa sampai tak punya nilai sama sekali.
Rob Toomey, staf Securities Industry and Financial Markets yang punya eksposur langsung ke obligasi AS memastikan, surat berharga yang macet tak boleh diperdagangkan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Hasilnya, obligasi yang default tersebut akan lenyap dari pasaran meski hanya sementara. Para trader tak bisa membeli atau pun menjual mereka. Investor juga tak bisa mendapatkan uang mereka untuk sementara waktu.
Diperkirakan, pada 24 Oktober saja, potensi obligasi yang hilang sementara mencapai US$ 120 miliar. Buntutnya, hal ini bisa memicu krisis kredit.
Padahal pada kuartal kedua tahun ini saja, penyaluran kredit sudah melambat dan hanya meningkat sebesar US$ 75 miliar saja.
Repo dan ancaman redemption reksadana
Ingatkah bagian film bertajuk Too Big to Fail? Ketika seseorang yang memerankan CEO Goldman Sachs, Lloyd Blankfein berbicara kepada Hank Paulson dan Paulson mengatakan "Aku akan meneleponmu kembali, CEO GE Jeff Immelt menelepon," dan kemudian Blankfein balik bertanya, "Kenapa Immelt menelepon?".
Alasannya adalah repo. Sekuritas mendukung apa yang disebut pasar sebagai repo. Di sini, agunan digunakan untuk pinjaman semalam dan sering dipakai oleh perbankan dan korporasi.
Sebagian pelaku pasar khawatir, obligasi pemerintah yang gagal bayar tak akan dianggap sebagai agunan yang aman dan hal itu bisa menyulitkan pengajuan pinjaman jangka pendek.
Risiko lainnya adalah, reksadana pasar uang yang merupakan pemegang terbesar treasuri jangka pendek AS juga bakal kalang kabut. Jika investor sudah panik, industri reksadana AS menghadapi ancaman penarikan dana besar-besaran.
Padahal, reksadana adalah kontributor utama di pasar surat berharga di mana perusahaan besar biasa mencari sumber pendanaan.