Reporter: Rizki Caturini | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - LONDON. Harga minyak terus menanjak, memperpanjang kenaikan pada hari Kamis (5/5) di tengah kekhawatiran pasokan yang menyusut. Ini setelah Uni Eropa (UE) menyusun rencana sanksi baru terhadap Rusia, termasuk embargo minyak mentah dalam enam bulan, mengimbangi kekhawatiran atas permintaan China yang lebih lemah.
Brent LCOc1 sempat naik 36 sen, atau 0,3% pada US$ 110,50 per barel dan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS CLc1 naik 11 sen, atau 0,1%, menjadi US$ 107,92 per barel. Kedua benchmark naik lebih dari US$ 5 per barel pada hari Rabu (4/5).
Proposal sanksi, yang membutuhkan dukungan suara bulat oleh 27 negara Uni Eropa, juga mencakup penghentian impor produk olahan Rusia pada akhir 2022. Dan larangan semua pengiriman dan layanan asuransi untuk pengangkutan minyak Rusia.
"Pasar minyak belum sepenuhnya memperhitungkan potensi embargo minyak UE, sehingga hdiproyeksi terjadi pada bulan-bulan musim panas jika itu disahkan menjadi undang-undang," kata kepala riset pasar minyak Rystad Energy, Bjørnar Tonhaugen seperti dikutip Reuters, Kamis (5/5).
Menteri Lingkungan dan Energi Prancis, Barbara Pompili, mengatakan dia yakin negara-negara anggota Uni Eropa akan mencapai konsensus mengenai sanksi pada akhir minggu ini.
Baca Juga: Kinerja Shell Capai Rekor di Kuartal I 2022 Terangkat Kenaikan Harga Energi
"Embargo minyak UE yang direncanakan mewakili tantangan logistik besar-besaran untuk pasar minyak.
Mengatur ulang produksi Rusia dari Eropa ke pembeli yang di Asia, dengan adanya sanksi, sudah sangat menantang bahkan Rusia telah mengakui produksinya akan menurun secara signifikan," kata kepala komoditas Investec, Callum Macpherson.
Sementara itu, dalam pertemuannya pada hari Kamis, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan produsen sekutu, yang dikenal sebagai OPEC+, kemungkinan akan tetap berpegang pada peningkatan produksi minyak secara moderat.
Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo menegaskan tidak mungkin bagi produsen lain untuk menggantikan pasokan Rusia. Tetapi ia menyatakan kekhawatiran tentang melambatnya permintaan bahan bakar transportasi dan petrokimia di importir utama dunia, China, karena penguncian COVID-19 yang berkepanjangan.